Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menantu yang Tidak Tahu Merangkai Bunga

27 Juni 2023   06:57 Diperbarui: 27 Juni 2023   14:16 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehat di masa tua, sepertinya menjadi impian paling baik di dunia. Sayangnya aku tidak bisa kembali ke masa muda dan memperbaikinya. Sekarang aku merasa dibelenggu tanpa bisa berbuat aoa-apa. Kekeliruan  di sana-sini terus terjadi dan tidak bisa kuatasi.

Yang sedang kubicarakan ini adalah menantu satu-satunya yang kumiliki. Entah bagaimana cara agar aku bisa menerimanya.

Memang, keberuntungan bisa datang tanpa pandang bulu. Mirip sebuah dadu yang menggelinding dan bisa memberi angka berapapun. Louis, puteraku bahkan meyakinkan kalau dirinya tidak salah memilih Miranda masuk ke dalam keluarga kami. 

*

Sangat tidak mudah untukku menerima gadis itu. Aku lebih banyak menghindari pertemuan dengan putera dan menantuku. Aku juga lebih banyak diam saat di meja makan. 

Aku tahu Louis mungkin akan merasa kecewa, tapi sulit rasanya membohongi diri sendiri dan berpura-pura menyukai Miranda. Aku bahkan berharap keduanya merasa tidak nyaman satu sama lain dan pernikahan itu berakhir. 

Tiba-tiba aku terlihat jahat. Ibu mertua yang terlalu keras kepada menantunya, sementara puteraku begitu mencintai Miranda. 

Entahlah. Aku begitu sulit menerima gadis itu.

Salah satu contoh, meja tempat kami makan menjadi begitu aneh tanpa cover renda yang seharusnya menutupinya. Meja telanjang seperti itu sama halnya dengan burung tanpa bulu-bulunya yang indah. Apa ini tidak keterlaluan? 

Perhatikan juga bunga yang dia letakkan di atasnya. Rangkaian bunga yang tampak buruk dengan jenis yang tidak harmonis. Seseorang tidak bisa mengambil bunga-bunga liar lalu membentuknya asal-asalan untuk membangkitkan selera makan!

Hff... seandainya aku bisa melakukannya, aku pasti meneriaki Miranda dan mencampakkan bunga itu ke lantai.

Begitulah. 

Tak henti-hentinya aku mengutuk apa yang dilakukan gadis itu. 

Hari demi hari berlalu. 

Meski Miranda menunjukkan perhatiannya, itu tak membuatku mau menatap matanya atau mendengarkannya. Aku menjadi jahat karena gadis itu.

Beberapa kali Louis berusaha mengingatkan tentang sikapku. Setiap orang akan berproses untuk menjadi baik dan setiap orang juga tumbuh dengan keunikannya. Begitu katanya.

Aku mengacuhkan apa yang dikatakan Louis meski sebenarnya aku juga membenarkan puteraku. Mustahil gadis itu menjadi sama persis dengan yang kuinginkan, bahkan jika aku memiliki anak perempuan, dia tidak akan meniru semua caraku.

Pada akhirnya, aku sadar dengan kesalahanku. 

Aku ingin menjadi ibu mertua yang ramah bagi Miranda. Sangat tidak adil jika aku membalas kasih sayangnya dengan kebencian. 

Bukankah suatu saat aku akan meninggalkan mereka?

Bukankah aku ingin mereka terus mengenangku setelah aku tiada?

Sudah banyak perawat yang dikirim untuk mengurusku, rasanya tidak satupun yang menyamai perhatian gadis itu. Kuakui Miranda sangat tulus meski aku memperlakukan tidak baik.

*

Sore itu, suasana rumah tampak sepi. 

Aku memaksa diri mengalahkan ego dan menulis sebuah pertanyaan. Jika gadis itu datang dengan nampan tehnya, aku akan menunjukkan pertanyaanku dan membiarkan gadis itu berceloteh di depanku.

Miranda memberikan senyum terbaiknya saat muncul dari balik pintu kaca. Seperti biasa, dia memelukku beberapa saat. 

Entah mengapa tiba-tiba mataku menghangat dan ingin menangis.

Buru-buru kutunjukkan papan kecil yang tadi kutulisi. Gadis itu meraihnya dan membaca di dalam hati. 

"Sayang, mengapa kau tidak tahu merangkai bunga di meja?"

Miranda menatapku penuh keheranan. Dia berusaha keras mencerna maksud pertanyaanku dan mencari jawaban di kepalanya.

Kemudian gadis itu mulai menangis. Memelukku erat tanpa satupun kata yang diucapkannya. 

Setelah cukup lama, gadis itu melepaskan dirinya dan menghapus air mata kami berdua.

"Mama, aku sangat ingin Mama mengajariku banyak hal di rumah ini. Itu sebabnya aku merawat Mama. Aku ingin mengerjakan segala sesuatu di rumah ini seperti yang Mama inginkan. Aku juga ingin membuat kue-kue yang manis bersama Mama. Mencoba semua resep sup yang enak untuk mama. Cepatlah sembuh untukku, Mama. Aku sayang Mama...."

Tak terkira rasa haru demi mendengar jawaban gadis itu. Dia adalah menantu terbaik yang pernah ada. Aku sangat menyesal telah menolaknya selama ini.

Miranda menyuapiku teh yang masih hangat. Aku menikmatinya lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Aku sangat beruntung tapi aku tidak menyadarinya.

Miranda mengeluarkan lipatan kertas dari sakunya. Dia membukanya agar aku melihatnya, kemudian membaca perlahan.

Roti Panggang dengan Pir Rebus

Bahan Mentah
• 6 kantong teh Hibiscus
• 4 pir merah
• 1 delima
Bahan yang didinginkan
• 3 telur
• 1/4 cangkir madu
• 1 sirup maple
• 1/4 sendoh teh vanila
Baking & Rempah
• 1/4 sendok makan kayu manis 
• 6 kayu manis batang
• 1 gula halus
• 3 bunga lawang
• 1 whip krim
Minyak & Cuka
• 1 minyak kelapa
• 1/3 cangkir kacang almond
• 6 lembar roti Brioche, panggang
• 3 1/2 sendok mentega
• 1/3 cangkir krim + susu, setengah setengah
• 6 cangkir air
• Rasperries (optional)

"Kita akan mencoba resep ini kalau Mama sembuh. Aku akan merawat Mama lebih baik lagi karena aku sangat menyayangi Mama..." mata gadis itu berbinar.

Tiba-tiba aku menyadari kedatangan puteraku dari arah pintu.

***

Kota Kayu, 27 Juni 2023

Cerpen Ayra Amirah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun