Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jesika dan Dunia Mimpi

10 Juni 2023   19:09 Diperbarui: 11 Juni 2023   09:59 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Elo7 dari Pinterest

Gadis kecil itu bernama Jesika. Usianya baru tujuh tahun. Jesika cantik dan periang. Sayang, dia harus kehilangan ibu dan ayah yang dicintainya.

"Jika kau ingin pergi, jangan bawa Jesika!"
"Tetapi aku ibunya!"
"Meskipun kau ibunya! Sebab kau yang menghendaki semua ini!"

*

Jesika memejamkan matanya, sambil memeluk erat guling di sisinya. Air matanya bergulir. Hatinya sangat sedih mengingat percakapan kedua orang tuanya beberapa waktu lalu.

Jesika merasa tidak beruntung lahir di tengah-tengah mereka, bahkan kini ia harus tinggal dengan sang bibi. Apakah ayah dan ibunya tidak bahagia dengan kelahirannya?

Pertanyaan itu terus memenuhi pikiran Jesika hingga akhirnya ia pun tertidur.

*

Di dalam mimpinya Jesika berjalan menyusuri padang rumput yang hijau. Dia melihat bunga-bunga liar beraneka warna mekar di sana-sini. Jesika sangat senang berada di tempat itu. Seketika kesedihannya hilang berganti senyum riang.

"Aku suka tempat ini! Aku ingin tinggal di sini!" serunya tanpa sadar.

Seekor kupu-kupu terbang melintas di dekatnya.  "Cantik sekali," gumamnya. Belum pernah Jesika berada pada jarak sedekat ini dengan kupu-kupu.

Jesika berjalan dengan penuh semangat, terus melangkahkan kakinya dan tak ingin berhenti. 

Beberapa kupu-kupu lainnya juga datang mendekat. Jesika tersenyum bahagia sambil berlari-lari kecil menikmati perjalanannya, menikmati hangatnya matahari pagi saat itu. 

Tiba di bawah sebuah pohon, Jesika berhenti untuk beristirahat. Dia melihat berkeliling, tak ada orang sama sekali.

Tak jauh di depannya sebuah ayunan tali seperti menunggu untuk dimainkan. Jesika senang sekali, dia tak perlu mengantri seperti saat berada di taman kota. Jesika menaiki ayunan itu dan mulai menyenanginya. 

Sudah cukup lama tetapi tetap tidak ada anak-anak yang datang. Jesika mulai berpikir apakah di sini tidak ada anak-anak seperti dirinya? Kalau begitu dia akan aman. Tak akan ada anak yang iseng mengganggunya atau mendorongnya sampai jatuh. Di tempat ini dia juga tidak akan di-bully karena orang tuanya bercerai.

Ah, dia tidak ingin mengingat-ingat lagi soal itu. Jesika ingin melupakan perceraian kedua orang tuanya. 

Jesika  merasa menemukan hidupnya yang baru di sini. Di tempat ini dia bisa merasakan kedamaian yang diimpikannya.

Tiba-tiba dilihatnya beberapa ekor kelinci berlarian lalu berhenti tak jauh darinya. Jesika suka melihat kelinci putih itu. 

"Apakah mereka mencari makanannya di sini?" pikir gadis itu. Dia pun beranjak menghampiri. 

Ternyata kelinci tidak mudah disentuh. Mungkin karena Jesika asing bagi mereka. Akhirnya Jesika memutuskan membiarkan kelinci-kelinci itu. Tidak ketinggalan seekor anak kancil juga turut bergabung. Jesika benar-benar senang. Sekarang dia ditemani hewan-hewan lucu. Dia tidak lagi merasa sendirian.

Ternyata dunia ini begitu indah. Hanya saja Jesika tak pernah tahu tentang semua itu. 

Selama ini dia sering ditinggalkan kedua orang tuanya bekerja. Sepulang dari sekolah Jesika hanya ditemani pengasuh yang berganti-ganti. Dia bahkan merasa bosan dengan semua mainannya.

Hari beranjak siang. Cuaca mulai hangat. 

Jesika merasa lelah dan mengantuk. Dia memilih duduk bersandar di batang pohon yang menaunginya. Perlahan Jesika dininabobokkan angin yang berembus semilir.

*

"Kak, bagaimana ini? Kakak tidak bisa terus-terusan membawanya ke kantor, dan aku juga harus kuliah. Sudah empat pengasuh yang kita datangkan tetapi ujung-ujungnya Jesika ditelantarkan..."

"Kita tunggu Jesika benar-benar sembuh, lalu kita pergi menemui nenek Jesika dari pihak ibunya. Mudah-mudahan mereka mau merawat."

Jesika berusaha membuka matanya. Dia mengenali suara-suara yang didengarnya tadi adalah kedua bibinya. Oleh ayahnya dia dititipkan kepada bibi Em dan bibi Martha sementara ayahnya pergi entah kemana. 

"Sayang, kau sudah bangun? 

Tunggu di sini, bibi belikan bubur di depan ya. Sekalian bibi panggilkan suster.

Kalau Jesika mau ke kamar mandi, diantar bibi Em ya..." bibi Martha lalu bergegas meninggalkan ruangan.

Jesika menatap bibi Em yang membantunya bangun. Bibi Em memeluk dan mengusap rambutnya dengan sayang. Tidak ada kalimat yang dia dengar dari bibi Em, tapi Jesika tahu bibinya menangis.

Tiba-tiba gadis itu merasa kehilangan dunia yang baru saja menghiburnya. Dunia mimpi yang membuatnya lupa tentang pengalaman buruk di masa kecilnya.

***

Cerpen ini terinspirasi dari artikel Kompasianer Martha Weda: Bercerailah! Puaskan Dirimu!

Ucapan terima kasih dan saya dedikasikan untuk Kompasianer yang memberi catatan pada cerpen sebelumnya, Pak Joko Kuswanto.

Kota Kayu, 10 Juni 2023

Cerpen Ayra Amirah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun