"Hati-hati, ya Nak."
"Pelan-pelan, ya Sayang."
"Jangan sampai tumpah, ya Pintar."
Ketiga kalimat ini menjadi pilihan saya ketika akan menikmati sajian makanan dari tuan rumah. Pada momen lebaran Idulfitri maupun saat menghadiri undangan pernikahan, misalnya. Dengan catatan, usia anak memang memungkinkan.Â
Tentu saja di rumah kami sendiri anak-anak sudah dibiasakan menggunakan sendok serta memegang gelas dengan benar untuk menghindari "kecelakaan".
Bagi anak yang masih terlalu kecil tentu saja hal ini masih kewajiban orang tua untuk menanganinya.
Tidak berteriak ataupun menangisÂ
Dari rumah pula, keseharian anak-anak harus dihindarkan dari kebiasaan merengek, merajuk, berteriak, ataupun menangis.Â
Caranya, orang tua telaten melatih cara berkomunikasi antar sesama anggota keluarga, yaitu menyampaikan perasaan ataupun keinginan dengan cara berbicara secara baik.
Begitu anak terdengar berteriak, orang tua segera mendekati dan memberi solusi atas permasalahan anak. Kemudian dengan sabar memberikan pemahaman agar anak mengerti bahwa berteriak tidak menyelesaikan masalah. Lebih baik dengan berbicara secara baik.
Mengucapkan terima kasih saat berpamitan, maupun bersalaman dengan sambil cium tanganÂ
Menjadi kebiasaan di negeri kita saat berpamitan, anak-anak mencium tangan orang yang lebih tua. Tujuannya agar anak-anak dapat bersikap hormat dan patuh dalam kesehariannya.Â
Jika si kecil bertanya kenapa, saya menjawabnya, "Biar jadi anak sholeha, biar masuk surga..."
Si kecil pun menjawab, "O iya, rasulullah suka anak-anak masuk surga."
Atau Bunda mempunyai bahasa yang lainnya, silahkan.
Semoga bermanfaat.