Terkadang keadaan membuat kita terpaksa mengajak serta si kecil berkunjung ke rumah salah satu teman ataupun kerabat.
Tidak masalah, Bunda, karena inilah kesempatan mengenalkan sopan-santun bertamu kepada buah hati. Apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak pantas dilakukan, dan bagaimana sikap seharusnya.Â
Tetapi ada baiknya terlebih dahulu kita pahami bagaimana perasaan si kecil saat mengikuti orang tuanya.Â
Pertama, dari sudut pandang anak tentu saja mereka tidak mempunyai kepentingan apa-apa. Yang sedang berurusan adalah orang tuanya. Maka orang tua perlu mengingat durasi kunjungan jangan sampai melewati batas kesabaran anak. Apalagi jika suasana di tempat tersebut membuat anak merasa kurang nyaman dan kesepian.Â
Kedua, cobalah mengingat apakah kondisi anak cukup sehat, tidak mengantuk, serta kebutuhan makan minumnya telah terpenuhi. Perut yang kenyang akan membuat anak bertahan lebih lama, anteng, dan tidak mengusik orang tuanya. Sebaliknya, anak yang sedang kurang sehat, ataupun mengantuk pasti akan gelisah meminta pulang.
Ketiga, pastikan dalam waktu yang sama anak tidak mempunyai kegiatan lain yang ingin dilakukannya. Menonton film kartun favorit, bertemu teman-teman, atau sedang ingin ke toilet, misalnya.
Diharapkan dengan memahami ketiga hal tersebut orang tua dapat bersikap lebih bijak saat anak dianggap melakukan kesalahan.
Nah, jika kita susah menimbang ketiga hal tersebut, mari cari tahu apa sajakah sopan-santun bertamu yang baik untuk diajarkan kepada anak? Berikut di antaranya:
Mengucapkan salam dan melepaskan alas kaki
Hal ini tidak berbeda dengan kebiasaan saat anak pulang ke rumah. Mengucapkan salam dan melepaskan alas kaki. Tujuannya adalah mendoakan keselamatan kepada penghuni rumah. Selain itu tentu saja mengajarkan anak menjaga kebersihan bagian dalam rumah.Â
Setelah tuan rumah menyambut kedatangan kita, ajaklah anak-anak masuk dengan tertib.
Berbicara dengan sopan, duduk dengan sopan
Terutama bagi anak yang belum duduk di bangku sekolah, orang tua dapat menerangkan mengapa saat berkunjung ke rumah orang lain kita harus berbicara dengan sopan, dan duduk dengan sopan.Â
Sederhananya, Bunda dapat mengatakan bahwa tamu perlu menjaga perasaan hati tuan rumah. Jika kita ingin orang lain duduk dengan sopan di rumah kita, maka kita pun harus melakukan yang sama di rumah orang lain.
Tidak menyela pembicaraan
Seringkali anak-anak ikut menyimak obrolan orang tua. Secara spontan bisa saja mereka menanggapi atau ikut memberikan informasi. Nah, daripada orang tua merasa kesal dan malu, saya lebih suka mengatakan hal ini kepada anak, "Tunggu ya Nak, ibu sedang bicara dengan mamanya Isaura. Nanti kita cerita-cerita lagi ya..."
Saya tidak akan membentak anak di depan orang lain maupun di rumah kami sendiri. Sebisanya orang tua berkata lembut dan santun kepada anak.
Tidak berkomentar negatif tentang keadaan tuan rumah
Pernah suatu ketika sepulang dari berkunjung, si kecil berkomentar di tengah perjalanan pulang, "Bu, orang tadi siapa? Teman ibu, ya? Kok pas kita datang kelihatannya dia belum mandi?"
Dalam kesempatan ini saya berusaha menjelaskan kepada anak, mungkin tuan rumah sedang sibuk dan belum sempat mandi. Atau mungkin sedang kurang sehat. Sekalian saya sampaikan agar komentar seperti ini tidak boleh sampai terdengar oleh yang bersangkutan. Perkataan yang tidak sopan akan merusak hubungan pertemanan di waktu yang akan datang.
Tidak berbisik-bisik di hadapan tuan rumah
"Ibu, bolehkah aku lihat pemandangan di jendela?" begitu si kecil membisiki saya sambil senyum simpul.
Saya menatap si kecil lalu berkata, "Coba, minta izin langsung sama Bunda Aisha...."
Kawan saya pun senyum penasaran, lalu mendengarkan si kecil berbicara dengan gayanya yang lucu.
Orang tua mengajarkan anak tidak berbisik-bisik di hadapan tian rumah. Sebaliknya, orang tua juga harus menghindari hal yang sama. Apa yang ingin disampaikan hendaknya tidak bersifat hasut, sehingga dapat diucapkan secara biasa.
Tidak lancang menyentuh barang-barang, atau berdiri memandang ke dalam kamar
Sebagian anak tampak tidak ragu-ragu "menjelajah" rumah orang lain. Rasa ingin tahu yang dimiliki membawanya ke penjuru rumah tanpa rasa aneh.
Dalam hal ini orang tua tidak boleh menganggap anaknya pemberani.
Sebaliknya, anak diajarkan mana area untuk tamu, dan mana area privasi pemilik rumah. Menghormati tuan rumah akan menimbulkan perasaan nyaman bagi kedua pihak.
Tidak memperlihatkan wajah masam atau cemberut
Suasana hati anak yang ceria bisa tiba-tiba berubah saat merasakan hal yang tidak disukainya. Misalnya, sebelum sampai di rumah yang akan dikunjungi, si kecil minta dibelikan es krim yang kebetulan dilihatnya.Â
Karena terburu-buru orang tua biasanya mengatakan, "Nanti ya Nak, kalau kita pulang kita beli es krimnya dua."
Apa yang terjadi kemudian? Si kecil akan memperlihatkan wajah masam atau cemberut selama kunjungan.
Dalam kasus ini, jika orang tua memang sangat terburu-buru, sebaiknya memberikan pengertian pada anak dan orang tua juga tidak menunda keinginan anak terlalu lama.Â
Tidak menolak minuman ataupun makanan yang disuguhkan, kecuali memang dihindari berkaitan dengan kesehatan
Anak-anak pada dasarnya berada di bawah kendali orang tua. Saat melakukan kunjungan ke rumah teman atau kerabat, bujuklah anak-anak untuk mencicipi makanan atau minuman yang disuguhkan tuan rumah.Â
Gunakan berbagai pilihan kata yang santun dan mengena dengan hatinya. Misalnya, "Ini enak banget loh Dek, rasa stroberi. Tante Almaide sangat pandai membuat kue. Ibu aja ngga seenak ini kue buatannya. Yuk dicoba satu...." (sementara selama ini si kecil meyakini kue buatan ibunya yang paling enak). Atau semacamnya.
Saran saya, orang tua tidak memaksa anak-anak melakukan sesuatu untuk menyenangkan hati orang lain, apalagi diiringi mata melotot. Pastinya bukan sebuah pendidikan yang akan diterimanya. Sampaikan semua pengajaran tenteng pekerti dengan cara yang baik pula.
Tidak menumpahkan minuman atau menjatuhkan remah-remah kue ke lantaiÂ
"Hati-hati, ya Nak."
"Pelan-pelan, ya Sayang."
"Jangan sampai tumpah, ya Pintar."
Ketiga kalimat ini menjadi pilihan saya ketika akan menikmati sajian makanan dari tuan rumah. Pada momen lebaran Idulfitri maupun saat menghadiri undangan pernikahan, misalnya. Dengan catatan, usia anak memang memungkinkan.Â
Tentu saja di rumah kami sendiri anak-anak sudah dibiasakan menggunakan sendok serta memegang gelas dengan benar untuk menghindari "kecelakaan".
Bagi anak yang masih terlalu kecil tentu saja hal ini masih kewajiban orang tua untuk menanganinya.
Tidak berteriak ataupun menangisÂ
Dari rumah pula, keseharian anak-anak harus dihindarkan dari kebiasaan merengek, merajuk, berteriak, ataupun menangis.Â
Caranya, orang tua telaten melatih cara berkomunikasi antar sesama anggota keluarga, yaitu menyampaikan perasaan ataupun keinginan dengan cara berbicara secara baik.
Begitu anak terdengar berteriak, orang tua segera mendekati dan memberi solusi atas permasalahan anak. Kemudian dengan sabar memberikan pemahaman agar anak mengerti bahwa berteriak tidak menyelesaikan masalah. Lebih baik dengan berbicara secara baik.
Mengucapkan terima kasih saat berpamitan, maupun bersalaman dengan sambil cium tanganÂ
Menjadi kebiasaan di negeri kita saat berpamitan, anak-anak mencium tangan orang yang lebih tua. Tujuannya agar anak-anak dapat bersikap hormat dan patuh dalam kesehariannya.Â
Jika si kecil bertanya kenapa, saya menjawabnya, "Biar jadi anak sholeha, biar masuk surga..."
Si kecil pun menjawab, "O iya, rasulullah suka anak-anak masuk surga."
Atau Bunda mempunyai bahasa yang lainnya, silahkan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H