"Sayang?" tiba-tiba saja Tuan Marco sudah memelukku dari belakang. Tampaknya aku sudah terlalu lama meninggalkannya dan menunda waktu sarapan kami.
Sekilas aku melirik ke arah luar jendela, memperhatikan apakah ada sesosok bayangan gelap bersembunyi dan mengamatiku sambil berpura-pura membaca buku.Â
"Kenapa kau terlihat tegang. Apa kau kurang sehat?"
Setelah yakin bayangan itu tidak ada di sana, aku menatap suamiku lalu menggeleng.
"Apa ada sesuatu yang membuatmu cemas?"
Aku menimbang-nimbang. Bila aku menceritakan sosok misterius yang kerap mengawasiku, apakah suamiku akan percaya atau justru akan menganggap itu hanya lelucon?
Bagaimana kalau tuan Marco akan menganggap aku berhalusinasi? Orang seusia dirinya tidak akan mempercayai hal-hal seperti ini, bukan? Tapi bagaimana jika ...
"Apa kau melihat Anne di sana?" tuan Marco menggandeng tanganku mendekati jendela kaca.Â
"Maksud Tuan, ada seseorang di kebun belakang itu?" aku sedikit kaget. Ternyata ada pegawai yang belum kuketahui di sini. Mungkin keluarga dari tukang kebunnya. Mungkin anak atau istrinya.
"Dia adalah putri bungsu kami yang mengalami masalah dan tidak dapat bertemu orang lain secara normal. Dia akan ketakutan bila seseorang tersenyum atau menyapa ke arahnya. Dia lebih suka mengintip-intip dari balik korden atau pohon jika di halaman."
Ya ampun! Aku merasa lega.