Aku sudah mengetahuinya di awal, tapi tetap saja ingin mengejarnya. Kurasa semua pria di dunia ingin menjadikanmu kekasih.
Aku sadar dihantui ketakutan. Takut terjebak dalam harapan kosong. Terlalu konyol untuk melawan orang-orang keren yang juga ingin merebut hatimu. Entah mengapa tetap saja kulakukan.
Apakah kau adalah purnama?Â
Aku merasakan kau bersinar menerangi separuh dunia. Kau menghilangkan kegelapan pikiran dan kekalutan.
Tapi aku tak mau menjadi pungguk, si pecundang yang hanya bisa bersembunyi dan menyendiri dalam sepi. Aku ingin memenangkan permainan, walau harus membunuh hidupku.
Aku ingat. Musim semi yang lalu kau banyak tertawa saat kita menghabiskan waktu bersama. Kemanapun kita pergi, kebahagiaan selalu berhasil memperlihatkan deretan gigimu yang indah.
Seolah aku menjadi kuda yang berlari terengah-engah. Begitu tergoda dan bergelora untuk memilikimu. Napasmu seperti harum zaitun. Membuatku amat tergila-gila.
Sepasang bibir merahmu menyala, bahkan di musim dingin saat orang-orang membeku. Kau tersenyum memberi semangat, agar aku segera bangkit dari balik selimutku.
Kau adalah wanita paling sempurna, saat kurasakan degupan jantungmu menari di punggungku. Kita menuangkan saus cokelat di atas selembar roti. Menaburinya dengan gilingan kenari. Lalu tanpa sadar membuatnya hangus terpanggang.Â
Atau tentang menyelamatkan anak tupai yang salah jalan dan terjepit bebatuan. Kita membebaskannya dan mengobati lukanya. Lalu kulihat air matamu mengalir perlahan.
Apakah kau juga ingat pernah terbang bersamaku ke langit fantasi? Kita bagai angin yang menemukan kebebasannya di luar jendela. Mabuk dan lupa diri.
*