Pada malam hari aku sering keluar dan berjalan-jalan di tepi salah satu sungai. Nodream city sebenarnya sangat indah jika semua orang mau menikmatinya.
Bayangkan, dengan luas 102 km, terdapat bukit yang ditanami anggur, dilindungi oleh pegunungan di belakang kota. Pada siang hari, kamu bisa menjelajahi museum, perpustakaan, dan bangunan lainnya yang bergaya Art Nouveau.
Sayangnya, Sharah lebih memilih membaca buku-buku di kamarnya dengan setoples astor yang didapat dari pabrik tempatnya bekerja.Â
Ketika pulang dari sini, terkadang aku memperlihatkan beberapa bait puisi yang sudah kuciptakan dan aku meminta bantuan Sharah untuk diberikan pada Anton. Dia adalah sepupu Sharah yang bekerja di kantor penerbit. Dengan demikian aku bisa menghemat ongkos pengiriman melalui pos.
Sharah sendiri suka menulis cerpen. Biasanya dia memilih tema kehidupan orang-orang kaya. Mungkin dia sedikit iri dan ingin menjadi mereka. Tulisannya tidak banyak. Dalam sebulan paling banyak dua atau tiga judul.Â
Aku pernah sekali bertemu dengan si kurus Anton. Dia datang untuk menyampaikan honor Sharah yang berjumlah sepuluh euro. Begitu Anton pergi, Sharah langsung berbelanja dan mengajakku mencicipi masakannya.
Aku memakan dengan rakus sup jamur yang disuguhkan. Saat mata Sharah membulat, aku beralasan tak punya banyak waktu karena harus segera pergi.Â
"Sayang sekali, berarti kamu hanya bisa makan satu mangkuk karena sedang buru-buru."
Saat itu aku menyesal kenapa aku tidak bersikap sopan. Padahal aku suka sekali karena jamur punya nutrisi yang baik untuk tubuhku.
Suatu hari aku memberanikan diri menulis surat cinta untuk Sharah. Kupikir dari perhatiannya selama ini, dia menyukaiku dan ingin menjalin relasi yang lebih serius.
Tapi sejak saat itu Sharah justru seperti menjauh. Tidak lagi memberiku sebagian permen cokelat yang diberikan temannya. Bahkan buku-buku yang kupinjam dimintanya kembali dengan alasan dia akan segera pindah.Â