Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengapa Saya Sering Terjebak Membuat Sekuel?

7 Desember 2022   05:45 Diperbarui: 7 Desember 2022   05:47 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri

Jika Sahabat terbiasa dengan cerita imajinasi yang saya buat, mungkin Sahabat pernah menemukan cerpen saya yang tiba-tiba bersambung. Lucunya, saya tidak secara sengaja membuatnya, lho... tetapi terjebak!

Sekuel merupakan lanjutan dari cerita sebelumnya. Dapat pula dikatakan cerita dengan tokoh-tokoh yang sama, namun dengan konflik dan latar yang berbeda. Biasanya sekuel diarahkan kepada film.

Pertama kali saya mendengar istilah ini dari Kompasianer Nugraha Wasistha, yang mengingatkan bahwa cerita yang saya tulis, belum menggambarkan apa yang ada dalam judul.

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri

Beberapa Sahabat di Kompasiana, sudah mengetahui bahwa saya menulis cerita fiksi dengan mengambil ide cerita dari sebuah gambar atau foto. Nah, saat itu saya tertarik pada gambar seorang gadis berkulit putih yang mengenakan gaun berwarna biru tua yang anggun. 

Tapi entah bagaimana, Gaun Biru yang Dicuri, mencapai bagian akhir cerita tanpa sedikit pun menyebutkan tentang pencurian. Konyol, bukan? 

Lalu, jika Sahabat mengingat, saya juga pernah membuat cerpen fantasi Kunang-kunang Jangan Pergi. Di sana, saya gagal memperjelas ikhwal Putri Naura yang dikutuk oleh seorang penyihir jahat.

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Berikutnya, Minggu yang Terlalu Panjang. Juga menuai komentar untuk dilanjutkan.

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Bahkan Bu Siska Dewi, idola saya di "rumah bersama" ini, memberikan sedikit alur cerita.

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri

Berikutnya lagi, saya membuat cerita tentang seorang lelaki yang harus bertanggung jawab meski tidak sengaja telah menyebabkan seorang anak kehilangan ayahnya. Seorang Wanita Bernama Aiseta. Masih ingat?

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Dan yang belum lama tayang, cerita yang diduga memiliki nuansa horor padahal ternyata tidak sama sekali. Mengapa Teman Kamarku Sering Hilang Secara Misterius?
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Bahkan, sekuel kedua, Jane Ditemukan Sudah Tak Bernyawa, ternyata masih mengundang rasa penasaran pembaca.

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Atas komentar Sahabat Kompasianer tersebut, akhirnya saya memutuskan mencoba memuaskan hati pembaca dengan membuat cerita lanjutan.

Penulis menyadari kelemahan dirinya, mengapa tidak?

Jika ditilik satu per satu contoh kasus di atas, Sahabat akan mudah menyimpulkan alasan pembaca melayangkan komentar senada kepada saya.

Cerita terasa menggantung

Saya pribadi adalah tipikal pembaca yang tidak terlalu membutuhkan bagaimana akhir dari sebuah cerita yang saya baca. 

Tetapi harus saya akui tidak semua orang dapat menikmati keindahan cerita dari penokohan, gaya bertutur penulisnya, dan konflik yang disajikan saja. Mereka membutuhkan penyelesaian cerita (coda) yang jelas. Bagaimana nasib yang dialami si tokoh cerita.

Tidak adanya kerangka atau struktur tulisan

Dee Lestari, penulis novel Supernova, baru-baru ini menyampaikan tips menulis populer, salah satunya adalah membuat kerangka atau struktur tulisan. 

Amat disayangkan, hal ini tidak pernah saya lakukan karena selalu menulis secara spontan mengikuti imajinasi belaka. Hal ini menjadi suatu pembelajaran yang berharga bagi saya untuk waktu-waktu mendatang.

Enggan mengedit judul

Ketikan judul yang pertama kali disimpan dalam draft Kompasiana, akan menjadi url yang tidak ikut berubah jika kita kemudian memutuskan untuk mengedit judul tulisan. 

Padahal, seringkali tulisan yang dibuat tanpa kerangka sebelumnya, akan bergeser dari topik utama. Serta-merta akan timbul ketidaksesuaian judul dengan isi tulisan. Maka tidak aneh jika kemudian pembaca pun meminta cerita dilanjutkan.

Tergesa-gesa membuat penutup

Sebagian penulis, saat berada di depan laptop menjalankan hobby menulisnya, asyik mengikuti imajinasi dan tidak menyadari jumlah halaman yang sudah dibuat. 

Ternyata oh ternyata, sejauh itu, tulisannya sama sekali belum mengerucut pada ide pokok yang diinginkan di awal. 

Solusinya, jika memang sudah menyentuh limit, maka cerita akan dilanjutkan pada sekuel berikutnya.

Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri
Tangkap layar dari akun pribadi|dokpri

Nasi sudah menjadi bubur

Artinya, dalam menulis cerpen, kita perlu memperhatikan tiga poin di atas. Penyelesaian cerita (coda), kesesuaian judul dengan isi cerita, dan komposisi tulisan.

Catatan di atas, menjadi bagian dari perjalanan saya dalam menulis cerita imajinasi. Saya berbesar hati menerimanya sebagai sebuah proses alamiah untuk berkembang.

Bagaimana dengan Sahabat?

*

Kota Kayu, 7 Desember 2022

Ayra Amirah untuk Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun