Berikutnya lagi, saya membuat cerita tentang seorang lelaki yang harus bertanggung jawab meski tidak sengaja telah menyebabkan seorang anak kehilangan ayahnya. Seorang Wanita Bernama Aiseta. Masih ingat?
Dan yang belum lama tayang, cerita yang diduga memiliki nuansa horor padahal ternyata tidak sama sekali. Mengapa Teman Kamarku Sering Hilang Secara Misterius? Bahkan, sekuel kedua, Jane Ditemukan Sudah Tak Bernyawa, ternyata masih mengundang rasa penasaran pembaca.
Atas komentar Sahabat Kompasianer tersebut, akhirnya saya memutuskan mencoba memuaskan hati pembaca dengan membuat cerita lanjutan.
Penulis menyadari kelemahan dirinya, mengapa tidak?
Jika ditilik satu per satu contoh kasus di atas, Sahabat akan mudah menyimpulkan alasan pembaca melayangkan komentar senada kepada saya.
Cerita terasa menggantung
Saya pribadi adalah tipikal pembaca yang tidak terlalu membutuhkan bagaimana akhir dari sebuah cerita yang saya baca.Â
Tetapi harus saya akui tidak semua orang dapat menikmati keindahan cerita dari penokohan, gaya bertutur penulisnya, dan konflik yang disajikan saja. Mereka membutuhkan penyelesaian cerita (coda) yang jelas. Bagaimana nasib yang dialami si tokoh cerita.
Tidak adanya kerangka atau struktur tulisan
Dee Lestari, penulis novel Supernova, baru-baru ini menyampaikan tips menulis populer, salah satunya adalah membuat kerangka atau struktur tulisan.Â
Amat disayangkan, hal ini tidak pernah saya lakukan karena selalu menulis secara spontan mengikuti imajinasi belaka. Hal ini menjadi suatu pembelajaran yang berharga bagi saya untuk waktu-waktu mendatang.
Enggan mengedit judul
Ketikan judul yang pertama kali disimpan dalam draft Kompasiana, akan menjadi url yang tidak ikut berubah jika kita kemudian memutuskan untuk mengedit judul tulisan.Â
Padahal, seringkali tulisan yang dibuat tanpa kerangka sebelumnya, akan bergeser dari topik utama. Serta-merta akan timbul ketidaksesuaian judul dengan isi tulisan. Maka tidak aneh jika kemudian pembaca pun meminta cerita dilanjutkan.