Les livres débiles.Â
Berkali-kali aku memandangi tulisan di dinding bangunan yang ditinggali nyonya Elaine. Kurasa sudah lebih dari lima kali, dan aku selalu datang sendirian.Â
Kemampuanku berbahasa Perancis memang belum apa-apa. Tapi yang membuat terketuk adalah makna yang belum kuketahui secara pasti. Benarkah artinya: buku-buku bodoh?
Seperti biasa, setelah turun dari kereta, aku berjalan kaki di antara pohon yang kesepian. Kios penyewaan buku itu berada di ujung kota, berhimpitan dengan rumah besar milik seorang dokter.
Sebenarnya wanita itu dulunya menempati salah satu dari deretan kios buku di tepi sungai Seine. Tapi sejak pandemi melanda, jumlah turis merosot jauh dan akhirnya dia memilih menempati bangunan tua bekas toko.
Terkadang aku merasa konyol karena melakukan ini semua. Cuaca sangat menggigit dan teman-temanku tak ada yang peduli dengan tugas yang masih lama diserahkan.Â
Kecuali jika di dalam tubuhku terdapat mesin pemanas yang bisa menjauhkan dari rasa gigil. Beasiswa? Ya, aku takut kehilangan kesempatan emas ini.
Aku tidak buru-buru masuk, dan masih memandangi tulisan yang sebenarnya agak sulit terbaca orang lewat. Les livres débiles.
*
Nyonya Elaine tampak sudah berumur. Dia tidak menikah dan tinggal sendirian. Beberapa ekor kucing mengunjunginya pada jam mereka lapar.
Biasanya aku berlama-lama di sana dan mendengarkan dia bercerita tentang hidupnya. Dia kesepian, tetapi dia bahagia dengan pemberian Tuhan.