Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita Tidak Bisa Dipisahkan

5 Oktober 2022   17:22 Diperbarui: 5 Oktober 2022   17:30 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: stocksy united dari Pinterest

Aku menekan tanda home pada ponsel kakakku. Setelah membaca chat masuk yang tadi dibacanya, kuletakkan benda yang setia menemaninya akhir-akhir ini, di atas meja. Kulirik wajahnya yang begitu lelah.

Dia tertidur, setelah seharian menyibukkan diri di atas kursi roda, menjadi pesakitan.

Satu per satu sahabatnya seakan sudah melupakannya. Padahal dulu tiada hari tanpa senyum ceria di antara mereka. Kegiatan demi kegiatan mereka jalani untuk mengisi masa muda yang penuh semangat. Kini, aku saja yang menyemangatinya untuk terus survive..

Penyakit kanker tak hanya memisahkan Kak Miranda dari tunangannya, Adrian, tapi juga dengan semua orang. Itulah kenapa, aku merasa rak tega meninggalkannya. Ini adalah masa-masa sulitnya, sementara aku masih bisa mencari penghasilan meskipun harus resign. 

Seingatku sudah hampir setahun ini dia mengakrabi lingkungan rumah sakit yang dulu sangat dibencinya. Dan chat yang tadi dibacanya, dikirimkan Adrian, Oktober tahun lalu.

Aku sempat menasihati supaya Kak Miranda melupakan saja tunangannya. Toh, dia sudah tidak peduli dan tidak pernah menanyakan kabarnya.

Tapi kemudian aku membiarkan saja dia memiliki masa lalunya. Mengenang bagaimana dulu dia pernah jadi yang tersayang, jadi yang terbaik, sebelum sakitnya datang.

Ya, sebuah kenangan ternyata bisa membuatnya bahagia, dan merasa berharga. Aku tak boleh menghitungnya sebagai rasa dendam, meski Kak Miranda telah dicampakkan oleh Adrian. Persis seperti lirik lagu Tata Janeeta dan Maia Estianty, yang sering diputarnya dari media player.

Kau dulu pernah bilang
Aku ratu dihatimu sayang
Dan aku ratu di istanamu

Dan dulu pernah kau pun bilang
Takkan pernah tinggalkanku
Sumpah mungkin kau lupa

Sekarang kau lupa aku ratumu
Kau lupa aku ratumu

Besok, mungkin akan menjadi hari yang jauh lebih berat. Dokter meminta rambut panjang Kak Miranda dicukur habis sampai plontos, sebab penyerapan nutrisinya sangat terbatas. 

Seandainya dibiarkan, dalam hitungan minggu, hal yang sama tetap terjadi. Dia akan kehilangan semua rambutnya.

Pertama, aku harus selalu menjaga mimik wajahku jangan sampai terlihat sedih. Seburuk apapun perkembangan tentang sakitnya, biarlah hanya aku dan Tuhan yang tahu. Kak Miranda harus semangat berjuang melawan sel kanker yang bergerak sangat cepat.

Kedua, aku harus memberi alasan logis mengapa dia harus dicukur. Satu-satunya yang dia takutkan jika Adrian datang, penampilanya menjadi amat buruk. Dia takut tak cantik lagi di hadapan tunangannya.

*

"Dia adalah mantan tunanganmu, Kak. Dia sudah meninggalkanmu dan memilih gadis lain..." seperti tercekat, kalimat itu tak keluar dari bibirku.

Aku tidak boleh menghancurkan hati pesakitan seperti Kak Miranda. Biarlah dia mengira semua itu masih ada, masih menjadi cinta yang paling berarti dalam hidupnya.

"Amara, ada apa, kenapa wajahmu tegang?" 

Aku terkaget, lalu melihat ke arah cermin. 

Aku sudah lupa menjaga mimikku, padahal Kak Miranda menjadi sangat peka sejak sakitnya bertambah parah.

"Oh, aku tegang karena aku harus mencukur rambut kakakku sendiri. Mungkin aku ingin ke toilet," kataku mencoba tersenyum.

"O, begitu. 

Sebenarnya kau tak perlu gugup. Aku sudah lama tahu kalau penderita kanker kepalanya pasti botak, ya kan?

*

Onkologi. Aku membaca tulisan di atas pintu, lalu masuk mengikuti arahan suster penjaga.

Wajah dokter Lukman yang menangani Kak Miranda dari awal, tampak lebih dingin dari gerimis di luar. 

Beberapa menit kami bicara, namun yang dibutuhkan hanyalah kesepakatan.

Aku duduk dengan menatapnya penuh harap, tapi sia-sia belaka.

"Sebaiknya keluarga membawa pulang pasien, kami sudah memberikan obat dan tindakan terbaik."

"Tapi Dok, hasil CT Scan-nya baru saja keluar. Apa tidak perlu terapi lanjut?

Maksud saya mengapa ada warna putih yang tidak wajar di sana. Apa tulangnya mengalami..." aku tak melanjutkan pertanyaanku. Percuma.

Selasa siang, empat hari setelah Kak Miranda dirawat di kamarnya, keadaannya memburuk. 

Sel kanker memang telah menyerang hampir semua bagian tubuhnya. Payudara, paru-paru, tulang, dan merembet ke otak. Sementara dia juga mulai mengalami infeksi saluran kemih.

Aku menggenggam tangan Kak Miranda. Hangat, namun tidak bertenaga sama sekali. Matanya memejam, dan bibirnya mengukir sebentuk senyum.

Aku terus berada di sisinya, menggenggam tangannya, dan berusaha melupakan dia adalah kakakku sendiri.

Semasa kecil kami selalu bermain bersama. Yang satu menaiki sepeda, dan yang lainnya mendorongnya. Kami tertawa bahagia, meski konyol sebenarnya.

Atau saat dia memanjat pohon jambu, aku menjaga di bawah dan mengumpulkan buahnya ke dalam keranjang. Ibu mengatakan kami seperti tupai, makan jambu setiap hari.

Saat kami remaja, kami saling bertukar baju atau tas jika ingin hang out dengan pacar. Terkadang berakhir dengan noda yang tak bisa hilang. Tapi kita tak pernah saling membenci.

 "Kak? Kak?" aku menggoyang-goyang bahunya. Aku memeriksa napas dari hidungnya dengan belakang jariku, bahkan merapatkan telingaku di sana.

Aku memandang sebuah senyum yang dia tinggalkan, dan wajah lelahnya. Aku menatapinya begitu lekat, begitu lama, dan mengatakan sesuatu dengan lirih.

"Kita tidak bisa dipisahkan, Kak, oleh penyakit itu.

Aku tetap memilikimu, dan kau tetap memiliki aku, adikmu. 

Sampai jumpa di kehidupan yang lain."

***

Kota Kayu, 5 Oktober 2022

Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun