Tiba-tiba aku ingat kelemahanku.Â
Selama ini aku tak pernah ingat rute apapun yang pernah kulalui. Bahkan jalan perkampungan yang diisi bangunan-bangunan berbeda, sulit kukenali. Apalagi ini?
Mungkin sebaiknya aku menelepon Paul dan minta diantar sampai lobby.
Ah, tapi itu bukan ide yang bagus. Bisa saja saat ini dia sedang mandi setelah seharian melakukan perjalanan. Sempat terjebak macet, bahkan menunggu delay pesawat.Â
Tapi, kenapa benar-benar tidak ada orang yang bisa kutanyai di sini? Seharusnya ada orang lain, atau minimal boy room yang lewat.
Aku terus berjalan, sambil berusaha mengingat dimana titik aku berbelok tadi.
Tapi seandainya aku tetap tersesat dalam lorong kamar dengan alunan sampek, bagaimana?
Ups, biar kufoto dulu. Lumayan, karena dalam kelas fotografi waktu itu aku gagal menemukan objek leading line. Sebaiknya aku lupakan tentang zombie dan instrumen mistis itu. Berpikirlah realistis di saat kamu sedang sendirian dan butuh pertolongan!
Ya Tuhan, syukurlah! Ternyata pintu lift yang kucari nyempil di sini. Kenapa tadi aku tidak melihatnya, yaa? Dan aku juga tidak melihat ada ruang kecil dengan dinding kaca di bagian tengah sini. Di situlah letak lift.
Ah, sudahlah. Ayo cepat tekan lantai dasar, atau kamu akan kemalaman!
*