Rasa dingin. Sesuatu yang menjalar dan menggigit semua orang pada malam itu. Tidak terkecuali gadis bernama Sally, yang terkenal dengan wajah juteknya. Dia meringkuk sendirian di kamarnya.Â
Usianya belum lima belas tahun. Dia hanya punya nenek, dan itu adalah harapan satu-satunya.Â
Tentang ayah dan ibunya, nenek tidak bercerita banyak. Ada desas-desus kedua orang tuanya sengaja menitipkannya pada seorang tetangga (yang dia panggil nenek), sebelum pergi entah kemana.Â
Aku menduga rasa kecewanya telah membentuk wajah jutek pada diri gadis itu. Sally jarang senyum, apalagi tertawa. Malah sepintas ekspresinya menyamai orang yang sedang menahan marah.
Sally belajar di sekolah lanjutan, dan menjadi murid kesayangan Ibu Pinkan, guru Matematika. Sesulit apapun soal matematika bagi teman-temannya, Sally dapat mengerjakannya dengan mudah.
Masalah datang ketika Sally jatuh sakit di suatu bulan September. Dia demam, dan terus-menerus batuk tanpa mengeluarkan dahak.
Dua bulan lamanya dia tersiksa dengan batuknya meski sudah minum obat dari dokter.Â
Sally tampak menyedihkan karena tubuhnya terlihat kurus, hampir sama dengan neneknya. Dia sedikit membungkuk karena menahan napasnya yang berat.Â
Sally sudah tidak bisa bersekolah meski nenek membuatkan obat dari bahan alami yang kau sebut herbal. Nenek juga merawatnya dengan memijat titik napasnya yang tersumbat.Â
Percuma, Sally seperti kehabisan tenaga.