Waktu itu aku hanya menggeleng dan menjawab, "Ngga tau, Ma."
Sebenarnya saat itu aku tidak yakin akan merindukan mama. Mama selalu menekan agar aku rajin belajar, mengulang-ulang pelajaran, dan mengerjakan soal-soal latihan meskipun tidak ditugaskan oleh guru sekolah, waktu itu.
Mama terlihat puas saat aku meraih juara kelas, termasuk saat diumumkan sebagai juara umum.
Kupikir, sejak kecil aku tak merasakan kehadiran papa, dan aku baik-baik saja. Lalu kenapa aku harus dikasihani saat mama pergi selama-lamanya?
Dia menyadarkan betapa mama begitu berarti, bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi karena mama adalah sumber kehidupanku.Â
Ya. Aku pernah berdetak seirama jantung mama, saat berada dalam rahimnya. Dan saat aku menjadi korban bullying di sekolah, bahwa mama adalah wanita simpanan papa, mama juga yang menguatkan hatiku untuk tetap sekolah.
"Yuk, aku sudah siap," celetuk Nayla menghampiriku.Â
Aku menggandeng tangan gadis itu meninggalkan kosan. Kami akan berziarah ke makam mama dan berdoa di sana.Â
***
Kota Kayu, 28 Agustus 2022
Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H