Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebajikan adalah Panggilan Hati

12 Agustus 2022   19:40 Diperbarui: 12 Agustus 2022   19:50 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari melakukan kebajikan dengan cara yang unik dan asyik.

Kebajikan adalah amal yang indah dalam pandangan orang lain, tentunya membawa manfaat, dan selebihnya menjadi bekal saat kita memasuki alam kematian.

Mungkin tidak sesederhana itu, sebab kebajikan akan mendapat ganjaran dari Sang Pencipta. Akan ada banyak godaan dan rintangan yang mendorong seseorang mengurungkan niatnya melakukan kebajikan.

Silahkan simak kisah berikut ini.

Di suatu siang yang terik, dengan perasaan lelah, sebut saja namanya Mbak Lady sedang menjemput anaknya dari Madrasah. 

Perjalanan yang memakan waktu dua puluh menit dengan motor matic melalui jalan lurus, tujuh kelokan, dan dua tanjakan ditempuhnya untuk menjemput dua anak yang berbeda jam pulang.

Begitulah keseharian Mbak Lady. Postur mungilnya, rasa lapar dan haus tak mengurangi semangatnya untuk mendukung pendidikan sang anak. 

Mbak Lady adalah ibu yang perfeksionis. Anak-anaknya sudah hafal benar. Berbagai cerita kehidupan kerap dia bagikan dengan harapan anak-anaknya cepat belajar.

Deru suara mesin meraung mengikuti tarikan gas pada genggaman tangan kanan. Begitu melewati puncak teratas, gas diturunkan secara perlahan dan hati-hati karena bertemu dengan perempatan. 

Siang semakin terasa menggigit. Mbak Lady terus berkonsentrasi dengan lalu lintas yang ramai. Sepertinya semua orang ingin segera sampai ke tujuan masing-masing.

"Ibu, awas, ada kucing di jalan!" sang anak tiba-tiba memperingatkan.

Mbak Lady buru-buru menyalakan sein kiri kendaraan roda duanya, memasang standar, lalu turun dan berjongkok di hadapan seekor anak kucing. Kondisinya sungguh tidak baik, spontan dia mengucap istighfar. 

"Astagfirullahal adziim..." 

Sang anak memandangi ibunya.

"Ya Allah..." Mbak Lady menjerit dengan suara lirih.

"Apa dia sudah mati, Bu?" tanya sang anak khawatir.

"Iya Nak. Kasihan sekali anak kucing ini," Mbak Lady membelai-belai kepala dan punggung anabul di hadapannya. Perasaan sedih menyeruak dari dalam hatinya. Betapa malang nasib anak kucing ini, batinnya.

Sesaat dia melihat ke arah kanan dan kiri. Suasana jalan benar-benar sibuk, tak terhentikan oleh mereka berdua. 

Mbak Lady melayangkan pandangannya ke seberang jalan, pada sebuah toko sembako dan counter handphone yang posisinya bersebelahan. Tak satupun orang atau penjaga yang melihatnya. Mbak Lady ingin memberitahu pemilik kucing ini, tentang keadaannya yang sudah tidak bernyawa.

Dia menengok ke belakang, sebuah rumah dengan usaha depo air isi ulang. Dari sanakah anak kucing ini berasal? Lalu mana induknya? 

Selintas seekor kucing keluar dari dalam pagar. Mbak Lady buru-buru bertanya pada sang anak, "Itu induknya, kan?"

"Bukan Bu, itu kucing jantan."

Mbak Lady mengangguk membenarkan. Tak urung hatinya merasa kecewa.

Dia terus memperhatikan, menerka-nerka apakah anak kucing ini sedang ingin menyeberang lalu terserempet ban motor, atau mobil? 

Dia sudah lupa cuaca di atas kepalanya begitu panas, dan mereka sudah terlalu lama larut di tempat itu.

Dia mencari-cari sekali lagi, apakah ada sepasang mata yang mengamati tingkahnya dari jauh, atau menduga dialah yang sudah menabrak anak kucing itu? 

Nihil. Semua seperti benda bergerak yang tidak mempunyai jiwa. Mirip film Zombie yang sekilas dilihatnya di tv.

Mbak Lady merasa nelangsa. 

Diamatinya lagi anak kucing yang ternyata masih terasa hangat dan bagian perutnya bergerak-gerak seperti berdenyut.

"Mungkin dia masih hidup, Kak. Lihat perutnya!" Mbak Lady kembali bersemangat. Secercah harapan terbit di benaknya.

"Bukan Bu, itu parasit... 

Coba perhatikan, gerakannya seperti memutar. Denyut jantung ngga mungkin seperti itu!" 

Mbak Lady kembali membenarkan ucapan sang anak dengan anggukan lesu.

Anak kucing ini cantik dan tampak terawat. Bulunya putih dengan ekor panjang dan bagian punggung bercorak abu-abu. Usianya sekitar tiga atau empat bulan.

Sekarang keadaannya sangat mengenaskan. Ada cairan bening dan kental keluar di kaki kiri depannya. Juga...

"Kita harus bawa anak kucing ini, Kak. Kita kuburkan dengan layak. Kita perlu kantongan kresek!"

"Ada Bu, di tas masih ada kantongan pembungkus waktu beli sandal tadi pagi. Sandalnya aku tinggal di musholla madrasah..."

Menit berikutnya, Mbak Lady minta izin dan berbisik kepada anak kucing, bahwa dirinya akan membawanya dengan sebuah kantongan kresek hitam. 

Dengan hati-hati Mbak Lady berusaha mengangkat dengan kedua tangannya. Ini adalah yang pertama kali dilakukannya, membawa pulang anak kucing yang tergeletak mati di sisi jalan.

Saat dia merasakan retakan tulang dan lain-lain, Mbak Lady kembali beristighfar memohon ampun atas kekhilafan yang dilakukan manusia terhadap makhluk sekecil dan seimut ini.

Dengan air mata menggenang, dia menaiki motornya bersama sang anak, sambil berpesan agar hal ini tidak diceritakan di hadapan adik-adiknya di rumah. 

Keduanya sempat mampir membeli bensin eceran, sebelum bergegas menuju pulang. Mbak Lady menahan hatinya untuk tidak berkata sepatah kata pun meski dia sedang bergejolak. 

Begitulah, sepanjang perjalanan dia dibayangi ingatan tentang anak kucing yang malang. Bentuk yang mengerikan untuk digambarkan, dan perasaan tidak tega yang berakhir dengan rasa mual. 

Mbak Lady berusaha menahan keinginan untuk muntah dengan sekuat tenaga. Berusaha ikhlas dengan apa yang dilaluinya hari ini. Sesungguhnya apa yang Allah SWT ciptakan, pasti akan kembali kepadaNya. 

Dia berharap sang anak dapat memahami secara riil apa yang diajarkan di madrasah tentang akhlak. 

**

Demikianlah, Sahabat Pembaca. Kebajikan yang dilakukan atas dasar panggilan hati, tidak mengharap imbalan, pujian, apalagi tepuk tangan. 

Perubahan itu pasti, kebajikan harga mati.

Semoga bermanfaat.

Kota Kayu, 12 Agustus 2022

Ayra Amirah untuk Kompasiana

Kebajikan mettasik mettasik blog competition maybank finance

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun