Anak kucing ini cantik dan tampak terawat. Bulunya putih dengan ekor panjang dan bagian punggung bercorak abu-abu. Usianya sekitar tiga atau empat bulan.
Sekarang keadaannya sangat mengenaskan. Ada cairan bening dan kental keluar di kaki kiri depannya. Juga...
"Kita harus bawa anak kucing ini, Kak. Kita kuburkan dengan layak. Kita perlu kantongan kresek!"
"Ada Bu, di tas masih ada kantongan pembungkus waktu beli sandal tadi pagi. Sandalnya aku tinggal di musholla madrasah..."
Menit berikutnya, Mbak Lady minta izin dan berbisik kepada anak kucing, bahwa dirinya akan membawanya dengan sebuah kantongan kresek hitam.Â
Dengan hati-hati Mbak Lady berusaha mengangkat dengan kedua tangannya. Ini adalah yang pertama kali dilakukannya, membawa pulang anak kucing yang tergeletak mati di sisi jalan.
Saat dia merasakan retakan tulang dan lain-lain, Mbak Lady kembali beristighfar memohon ampun atas kekhilafan yang dilakukan manusia terhadap makhluk sekecil dan seimut ini.
Dengan air mata menggenang, dia menaiki motornya bersama sang anak, sambil berpesan agar hal ini tidak diceritakan di hadapan adik-adiknya di rumah.Â
Keduanya sempat mampir membeli bensin eceran, sebelum bergegas menuju pulang. Mbak Lady menahan hatinya untuk tidak berkata sepatah kata pun meski dia sedang bergejolak.Â
Begitulah, sepanjang perjalanan dia dibayangi ingatan tentang anak kucing yang malang. Bentuk yang mengerikan untuk digambarkan, dan perasaan tidak tega yang berakhir dengan rasa mual.Â
Mbak Lady berusaha menahan keinginan untuk muntah dengan sekuat tenaga. Berusaha ikhlas dengan apa yang dilaluinya hari ini. Sesungguhnya apa yang Allah SWT ciptakan, pasti akan kembali kepadaNya.Â