Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Minggu yang Terlalu Panjang (2)

31 Juli 2022   07:25 Diperbarui: 31 Juli 2022   07:30 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Minggu yang Terlalu Panjang (2)|foto: DevianArt/Pinterest

"Selamat siang. Saya ingin satu tiket kereta untuk hari Sabtu, besok."

Petugas di balik loket menautkan kedua alisnya. "Maksudnya Rabu, besok?"

"Tapi bukankah ini hari Jumat?" aku bingung.

"Ini baru hari Selasa," petugas wanita itu tersenyum.

*

Luna tak habis pikir, tapi tak urung menertawai kekonyolannya saat bercerita di depan belahan jiwanya.

"Apa benar begitu?" suaminya ikut-ikutan tersenyum. Sepasang matanya menatap penuh cinta.

"Sayang, aku minta maaf karena sudah meninggalkanmu dalam kegalauan. Seharusnya kita menyelesaikan masalah ini sebelum aku berangkat. 

Aku justru marah padamu waktu itu..." suami Luna menggenggam dan mengecup punggung tangan istrinya. 

Luna merasa sangat terharu. Para suami melakukan kesalahan, dan mau meminta maaf untuk memperbaiki hubungan mereka.

Suaminya benar. Mereka berdua sudah dewasa. Seharusnya semua bisa dibicarakan tanpa ada ganjalan rahasia. Rumah tangga yang langgeng dibangun atas dasar kepercayaan dan keterbukaan. Luna sadar juga melakukan kesalahan karena lupa akan hal itu.

"Aku juga minta maaf, Sayang..." katanya. "Kecelakaan ini terjadi, mungkin karena kau tidak fokus dan masih memikirkan masalah kita, yaa?"

Suami Luna menggeleng. 

"Aku diantar supir taksi, kan? Lagipula ini tidak parah, Sayang. Hanya luka benturan.

Tapi supir taksi itu sempat bercerita, anaknya sedang sakit dan dia sedikit tegang waktu itu."

Luna terdiam. Dibayangkannya kalau mereka mempunyai anak dan Luna tidak berhenti bekerja. Ah, ini benar-benar sulit!

*

Akhir Juli sudah di depan mata. 

Sejak siang  Luna lebih banyak murung di kantornya. Hatinya masih begitu berat untuk memilih. 

Matanya nanar memandang selembar kertas yang baru diterimanya. Dia tidak percaya karirnya akan tamat sampai di sini, saat kesuksesan sudah berada di depan mata.

Luna bergidik membayangkan dia akan kehilangan haknya untuk berkarir. Dan ilmu yang dia miliki hanya bisa dibagikan lewat situs pribadinya, sementara dia sendiri sudah resign. 

Di lain pihak, Luna sadar pernikahan telah menuntutnya untuk berkorban. Mana mungkin dia bisa fokus bekerja saat sudah mempunyai anak.

Bagaimana kalau bayi mereka sakit panas? Atau mereka punya anak lagi. Dan bagaimana kalau anak itu kembar?

Luna benar-benar pusing karena over thinking nya. 

Untung saja, beberapa menit sebelum jam pulang, suaminya menelepon. Mereka akan jalan-jalan di taman. Sudah cukup lama mereka tak melakukannya.

*

"Maaf Sayang, aku terlambat!" Luna tergopoh.

Suami Luna tersenyum. "Aku yang datang lebih awal. Jangan khawatir. Oya, ini bunga untukmu..."

Luna menyambut bunga kesukaannya dengan seulas senyum bahagia, lalu menciumi semerbak wanginya. Sudah satu minggu sejak suaminya boleh pulang dari rumah sakit, Luna menantikan hari seperti hari ini. 

Dan menjadi minggu yang terlalu panjang, karena keduanya saling melakukan introspeksi diri.

"Sayang, aku menikahimu untuk membuatmu bahagia," suami Luna berkata pelan.

"Dan aku sudah memutuskan untuk mendukungmu mendedikasikan diri.

Bukankah kiprah wanita dibutuhkan dalam berbagai bidang kehidupan? 

Rasanya tidak adil bila aku tidak mengizinkanmu karena kodrat untuk mengurus keluarga. Aku akan membantumu mengurus anak-anak kita..."

"Kau serius, Sayang?" Luna berbinar, dan suami Luna mengangguk sepenuh pasti.

"Lihat Sayang, aku mendapat penghargaan the best person dan mendapat hadiah ke luar negeri bersama pasangan. Bagaimana menurutmu?"

"Itu bagus sekali. Selamat, yaa Sayang!" sahut suami Luna sambil memberikan pelukan hangat. 

***

[Ucapan terima kasih untuk Kompasianer Mbak Prajna Dewi dan Ibu Siska Dewi yang mendukung sequel ini]

Kota Kayu, 31 Juli 2022

Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun