Suaminya benar. Mereka berdua sudah dewasa. Seharusnya semua bisa dibicarakan tanpa ada ganjalan rahasia. Rumah tangga yang langgeng dibangun atas dasar kepercayaan dan keterbukaan. Luna sadar juga melakukan kesalahan karena lupa akan hal itu.
"Aku juga minta maaf, Sayang..." katanya. "Kecelakaan ini terjadi, mungkin karena kau tidak fokus dan masih memikirkan masalah kita, yaa?"
Suami Luna menggeleng.Â
"Aku diantar supir taksi, kan? Lagipula ini tidak parah, Sayang. Hanya luka benturan.
Tapi supir taksi itu sempat bercerita, anaknya sedang sakit dan dia sedikit tegang waktu itu."
Luna terdiam. Dibayangkannya kalau mereka mempunyai anak dan Luna tidak berhenti bekerja. Ah, ini benar-benar sulit!
*
Akhir Juli sudah di depan mata.Â
Sejak siang  Luna lebih banyak murung di kantornya. Hatinya masih begitu berat untuk memilih.Â
Matanya nanar memandang selembar kertas yang baru diterimanya. Dia tidak percaya karirnya akan tamat sampai di sini, saat kesuksesan sudah berada di depan mata.
Luna bergidik membayangkan dia akan kehilangan haknya untuk berkarir. Dan ilmu yang dia miliki hanya bisa dibagikan lewat situs pribadinya, sementara dia sendiri sudah resign.Â