It's been a long week. Tetapi para suami mungkin tak bisa memahami. Mereka lebih senang berada jauh dari istri yang bersalah, ngopi-ngopi bareng teman lama, teman kerja, atau wanita lain sekalipun.
Luna gelisah. Sedikitpun dia tak berhasil memejamkan mata. Berkali-kali dia cek handphone, belum satu pun chat dari suaminya membalas kata-kata maafnya.
Para suami mungkin makhluk perfeksionis seperti dirinya. Menemukan kesalahan yang dilakukan seorang istri, seperti menemukan noda susu cokelat pada kemeja puth. Terpaksa waktu itu Luna membeli seragam kerja yang baru.
Dia akhirnya bangkit dari kasur, duduk di tepinya, lalu menuang segelas air putih dari dalam botol.Â
Luna meminumnya sampai gelasnya tandas, berharap irama jantungnya bisa sedikit bersemangat, sebab dia tak boleh ikut-ikutan menyalahkan diri sendiri.
Pernikahannya dengan suaminya, baru berjalan hampir dua tahun, dan Luna masih sangat muda untuk menjadi seorang ibu. Dia tak mau menyia-nyiakan karirnya yang mulai menanjak meskipun dia setuju untuk berumah tangga.
Setiap orang mempunyai pandangan berbeda tentang konsep pernikahan. Itu alasan Luna. Lagipula tidak ada kesepakatan sebelumnya mereka akan langsung memiliki momongan atau Luna boleh menundanya diam-diam.
Di hari-hari terakhir menjelang akad nikah dilangsungkan, tiba-tiba terlintas pikiran bahwa hidupnya akan segera berubah seratus delapan puluh derajat nantinya.Â
Pernikahan bukan lagi tentang menyatukan cinta yang tidak direstui salah satu orang tua, tetapi sebuah tanggung jawab yang belum tentu seratus persen dirasa siap.
Luna mengarahkan pandangannya menembus pintu kaca menuju balkon kamarnya. Dia berjalan mendekat tanpa bermaksud membukanya.
Orang-orang yang tinggal di apartemen di depannya, sebagian memiliki status seperti dirinya. Sudah menikah tetapi belum punya rumah. Artinya secara ekonomi, mereka juga belum siap membina keluarga kecil, bukan?
Entah mendapat ide darimana, Luna kemudian memutuskan minum pil penunda kehamilan sejak gerbang pernikahan dibuka untuk dia dan suaminya. Mereka masuk ke dalamnya, dengan satu rahasia yang akhirnya terungkap.
Malam itu, Luna diminta tidur lebih dulu karena suaminya  harus mempersiapkan jadwal kegiatan selama seminggu bertugas di luar daerah.Â
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Saat pergi ke dapur untuk membuat kopi, suaminya menemukan sisa pil yang seharusnya tidak diminum Luna. Dia sangat mendambakan kehadiran buah hati, yang menurutnya akan membuat suasana lebih bahagia.
*
Pagi itu Luna bangun lebih awal dari biasanya. Pukul 05.30. Dia ingin menyiapkan air hangat untuk suaminya mandi, membuat sarapan, lalu mengantar belahan jiwanya ke bandara.Â
Khusus hari ini, Luna mendapat izin tidak masuk kerja, tetapi lain kali tidak ada izin yang kedua.
Ternyata suami Luna sudah duduk manis di depan laptop dengan secangkir Cappucino di dekatnya. Pakaiannya sudah rapi dan rambutnya juga sudah tertata dengan pomade.
"Selamat pagi, Sayang... Apa kau tidur, semalam?" tanya Luna keheranan.
Suaminya hanya menggeleng sedikit, dan tidak berusaha melihat ke arahnya sama sekali. Luna mulai merasa ada yang tidak beres.
Dia duduk di sisi suaminya sambil tangannya merangkul manja. Sekejap matanya menangkap benda itu di meja, di antara kunci mobil dan kotak tisu. Pil yang biasanya dia letakkan di lemari dapur dekat barisan cangkir dan gelas kaca!
Dia cepat mengambilnya dan memasukkan ke keranjang sampah dekat sofa. Saat itulah mata suaminya berubah sinis dan kalimat-kalimat menghakimi keluar begitu saja.
*
"Apa yang salah dari diriku. Apa aku tak boleh melakukannya?" Luna bergumam sendirian sambil matanya terus memandang apartemen di depannya.
Tangannya akhirnya membuka pintu kaca dan membiarkan cahaya pagi masuk ke kamarnya. Setengah jam lagi dia akan mandi dan berangkat kerja. Tapi dia ingin sedikit berjemur dulu.
Rasanya aneh sekali. Udara dari balkon tidak seperti yang diharapkannya. Sedikit terasa dingin dan ganjil.
Luna mengambil kain selimut di tempat tidur, dan membungkus dirinya sambil kembali berdiri di tempatnya. Jangan-jangan dia mulai sakit, pikirnya.
Dia berdiri sambil berusaha mengawasi jalan masuk. Dia benar-benar menunggu mobil suaminya membunyikan klakson pada penjaga.
Seingatnya, suaminya akan pulang hari Sabtu sebelum sore. Itu artinya dia harus menunggu selama seminggu sebelum mereka bisa bertemu lagi.Â
Tiba-tiba handphone di tempat tidurnya berdering. Luna terloncat karena mengira itu dari suaminya. Ternyata dari nomor tidak dikenal.
"Halo?"
"Selamat pagi, dengan Ibu Luna?
Kami menyampaikan kabar buruk. Suami ibu mengalami kecelakaan dan sekarang dirawat di rumah sakit..."
Luna tak menangkap dengan jelas lagi.
*
It's been a long week. Minggu yang terlalu panjang.
Ketika dia memesan tiket kereta, petugas menyampaikan ini baru hari Selasa.
***
Kota Kayu, 28 Juli 2022
Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H