Akhir-akhir ini, hujan sering menyandera keluarga bersama anak-anak mereka dalam rumah. Berbagai aktivitas dilakukan sebisa mungkin membuat hati senang, meski terkurung dalam ruang.Â
Di luar sana, tanah kering dan akar-akar pohon sangat mendamba datangnya air untuk melestarikan kehidupan.Â
Begitulah, semalam hujan dan angin menari bebas membentuk cerita tersendiri. Namun pagi ini dia sudah pergi sama sekali.
Dengan senang hati, saya menggandeng tangan si kecil dan mengajaknya berjalan-jalan tak jauh dari rumah.Â
Tiba-tiba langkah terhenti. Kami menemukan bunga yang biasanya banyak tumbuh di semak sebelah sana. Ya, kami sudah tidak asing dengannya sejak tiga tahun terakhir tinggal di Handil Kopi, sebuah daerah berpasir dekat pinggiran hutan.
"Kantong semar!" si kecil memekik.
Ya, ini adalah tumbuhan kantong semar (nepenthes) yang tidak dijumpai di sembarang tempat. Beberapa dari jenis tumbuhan ini mampu hidup di daerah yang minim unsur hara serta meskipun hanya mempunyai sedikit kandungan air tanah. Sebagian membutuhkan tempat yang lembab dan sebagian lagi membutuhkan sinar matahari langsung.
Mengapa diberi nama Kantong Semar?
Sebagai tumbuhan di alam liar yang mempunyai keunikan bentuk, nama kantong semar adalah sebutan yang tidak kalah unik.Â
Tidak seperti tumbuhan lain yang umumnya terdiri dari batang, daun dan bunga, kantong semar benar-benar mempunyai banyak "kantong" yang dilengkapi cairan untuk mengundang serangga datang, serta penutup di atasnya.Â
Kantong ini mengingatkan pada perut gendut tokoh wayang, Semar, bukan?
Semut, lalat, kupu-kupu, keong adalah beberapa jenis mangsanya, sehingga kantong semar digolongkan sebagai tumbuhan karnivora.Â
Meskipun mampu hidup di daerah yang minim unsur hara dan hanya mempunyai sedikit kandungan air tanah, kantong semar membutuhkan zar nitrogen yang terdapat dalam serangga tersebut untuk kelangsungan hidupnya.
Serangga yang masuk ke dalam kantong akan terperangkap dan tidak dapat membebaskan dirinya. Kantong Semar sudah mempersiapkan lapisan lilin yang sangat licin dan juga lengket.Â
Kemudian dia akan mengeluarkan cairan preteolase yang sangat asam untuk meremukkan kerangka keras dan mencerna daging serangga mangsanya.
Jika Sahabat pernah melihat tumbuhan karnivora dengan bentuk menyerupai kerang, serangga yang terperangkap masuk juga tidak dapat membebaskan diri karena tumbuhan reflek bergerak mengatup.Â
Gerakan ini disebut haptonasti, yaitu gerak nasti pada tumbuhan insektivora karena adanya sentuhan serangga.
Jenis Kantong Semar
Kantong semar sendiri mempunyai 130 jenis dengan perbedaan menonjol pada warna bunga dan warna kantong.Â
Berikut sedikit di antaranya:
1. Nepenthes rajah
Di antara semua tumbuhan pemakan serangga, Nepenthes rajah adalah jenis yang paling besar. Dia hidup di kawasan gunung Kinabalu dan gunung Tambayukon di Sabah, Malaysia. Statusnya saat ini terancam punah menurut International Union for Conservation  of Nature (IUCN).
2. Nepenthes villosa
Sebagai tumbuhan liar dengan keunikan yang eksotis, kantong semar atau disebut juga cangkir monyet, menarik untuk diabadikan sebagai karya seni.Â
Di antaranya seperti puisi dalam buku The Raven karya Edgar Allan Poe (terbit pertama kali 29 Januari 1845), pelukis Tiongkok kontemporer Chen Hong, dan video game Pokémon Jepang.
Bagaimana menurut Sahabat?
3. Nepenthes maxima
Kantong semar jenis ini banyak tersebar di pulau Sulawesi, Maluku dan Papua. Jika Sahabat memeriksa pada online shop, akan menemukan harganya berkisar 20,00 sampai 80,00 US dolar. Wow!
Budidaya kantong semarÂ
Meski mempunyai pasar yang cukup baik, sebenarnya banyak pula orang yang tertarik melakukan budidaya kantong semar tetapi tidak melulu soal cuan.Â
Salah satu alasan adalah jenisnya yang cukup banyak dengan karakteristik yang berbeda-beda, menjadi tantangan tersendiri bagi pencinta tanaman.
Selain dijadikan sebagai tanaman hias dalam pot-pot gantung, kantong semar merupakan tumbuhan herba yang mulai mendapat perhatian. Apa saja manfaatnya?
Secara umum, kantong semar berfungsi sebagai penanda iklim. Bahwa daerah tempat dia tumbuh memiliki curah hujan cukup dan juga minim unsur hara. Selain itu dapat digunakan sebagai pengganti, tali, serta sumber air minum bagi petualang.
Kemudian, bagi kesehatan manfaat kantong semar seperti yang saya kutip dari bibitbunga.com adalah:
- Nektar di bibir kantong digunakan sebagai obat luka bakar maupun radang mata
- Akarnya berkhasiat sebagai obat disentri
- Batangnya sebagai obat batuk dan demam
- Daunnya sebagai obat sakit kulit serta menghentikan pendarahan
Tidak disangka ya, tumbuhan liar nan unik ini juga bermanfaat obat bagi manusia.Â
Lalu bagaimanakah melakukan budidaya tanaman ini?
Masih dari sumber yang sama, berikut saya meringkasnya:
- Siapkan media tanam berupa tanah dan sekam bakar yang lembab r terlalu kering dan tidak terlalu banyak air). Dapat pula menggunakan cocopeat dicampur sekam 1:1
- Bila Sahabat menggunakan bibit berupa biji, taburkan bibit di atas media tanam, tekan perlahan ke dalam tanah, lalu tutupi pot dengan plastik transparan yang diberi pori/lubang. Tunas akan tumbuh sekitar 1-3 minggu
- Jika menggunakan bibit berupa batang, pilih dari tanaman yang berumur satu tahun dengan tinggi minimal satu meter. Potong batang sekitar 15 cm dan siapkan media tanam pada polibag yang dilubangi. Oles bagian pangkal stek dengan hormon pemacu akar dan pencegah jamur
- Tanaman yang berasal dari stek, tidak membutuhkan pupuk, tetapi dapat diberikan nutrisi berupa fosfor, garam dan kalium. Tetapi yang berasal dari biji, dapat diberikan pupuk yang tidak mengandung urea dan amonium tinggi
- Untuk mencegah serangan hama, gunakan pestisida sesuai aturan. Jangan lupa untuk memperhatikan karakteristik jenis yang dipilih.
Bagaimana, Sahabat tertarik mencoba?
Sebelum matahari terlalu tinggi, saya dan si bungsu memutuskan kembali ke rumah.Â
Teringat pada waktu dulu si kecil pulang dari bermain dengan membawa beberapa bunga kantong semar yang wangi. Serta- merta saya berpesan agar lain kali tidak mengambil bunganya. Ini adalah salah satu cara menjaga lingkungan. Bagaimanapun setiap tumbuhan liar mempunyai fungsinya dalam ekosistem.
Kota Kayu, 13 April 2022
Ayra Amirah untuk Kompasiana