"Jam besar klasik itu?" seloroh Evany tiba-tiba. Sepasang matanya yang tajam, mengingatkan pada mata nyonya Smith.
"Entahlah..." Helen mengedikkan bahu, lalu menyuap potongan besar daging asap kesukaannya.
Sebenarnya di rumah itu masih banyak barang antik bahkan kuno, koleksi almarhum. Tetapi hanya mesin jahit antik, jam besar klasik, dan gorden jendela berwarna putih kelabu yang dilarang dibagikan atau dihibahkan. Aneh, bukan?
"Untuk apa kita pusing-pusing memikirkan masalah ini? Berdebat juga ngga ada gunanya, kan" celetuk Jolly acuh tak acuh.
"Hey, bukan berdebat, tetapi mencari tahu apakah ketiga benda ini menyimpan misteri tersendiri. Itu aja kok!" Peace cepat menyahut. Kulitnya yang gelap, semakin mengesankan ekspresi ketidaksukaan di wajahnya.
Sesaat Sarah menarik nafas. Meletakkan sendok dan garpunya di piring. "Nanny...." ia setengah menjerit.
Aku tersentak, buru-buru menghampiri gadis-gadis itu. "Hai anak-anak! Apa ada yang kalian butuhkan? Atau ada makanan yang kurang kalian sukai?" kataku berusaha mencairkan suasana.
"Kami ingin bertanya saja, sebab Nanny sudah lama bekerja pada mama, sejak kami belum lahir," kata Sarah sambil menatap manja. Ia bangkit dari kursinya, lalu merangkul seperti yang biasa dia lakukan.
"Nanny tahu, apa keistimewaan jam besar di bawah tangga itu?" tanyanya sambil menaikkan alis dan menatap manja.
"Aku tidak tahu," kataku sambil membimbingnya duduk kembali. Lalu aku memilih satu kursi yang masih kosong di sebelah Helen.
"Mama kalian adalah wanita pemimpin yang tangguh. Setiap yang dia katakan, kami belum tentu memahami maksud dan tujuannya. Tapi di waktu mendatang, barulah kami melihat dan memahami apa yang pernah dia maksudkan.