Isu kesehatan mental termasuk salah satu yang tidak begitu disadari dan kurang diperhatikan. Apakah Anda setuju dengan pernyataan ini?
Gangguan kesehatan mental dapat dialami siapa saja, dengan latar belakang apa saja. Tetapi saya fokuskan terhadap ibu rumah tangga, yang kasusnya menjadi berita hangat baru-baru ini.
Menurut WHO, Kesehatan mental adalah kondisi sejahtera seseorang, ketika ia menyadari kemampuan diri, mampu mengelola stres yang dimiliki, dapat beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif, serta dapat berkontribusi untuk lingkungannya.
Nah, apakah kita tahu bahwa kita sudah mempunyai mental yang cukup sehat?
Kesehatan mental relatif sulit diukur, absurd, sehingga cenderung terabaikan.Â
Jika sehatnya tubuh dapat dicapai dengan asupan gizi seimbang, pola kerja dan pola istirahat yang baik, serta rutin berolahraga, bagaimana dengan kesehatan mental?Â
Seorang ibu, di saat ia mulai merasakan kelelahan mental, tekanan dan gangguan kecemasan, belum tentu memilih menceritakan kepada pasangan atau keluarga.
Apa yang dialami dan dirasakan, dibiarkan begitu saja dengan harapan nantinya akan hilang dengan sendirinya.Â
Nyatanya permasalahan yang dirasakan seorang ibu di tengah keluarga, justru menjadi berlarut-larut, mengakumulasi dan potensial memberi dampak bagi keluarga itu sendiri.
Artikel saya terkait:Â Mengerikannya Orang yang Depresi
Tentu hal ini tidak perlu terjadi, bukan?Â
Sebaiknya, kita mulai mencermati apa saja tanda-tanda gangguan kesehatan mental tersebut. Apakah terdapat dalam diri kita atau orang yang kita sayangi.
- Adanya perubahan mood/perasaan hati yang tidak jelas pencetusnya, berlebihan dan sulit dikontrol. Seperti: sedih, marah, takut, cemas, mudah merasa tersinggung. Tidak termasuk rasa sedih karena adanya kerabat yang meninggal dunia, ya. Kesedihan seperti ini dapat dipahami sebagai kesedihan yang normal dan beralasan. Tetapi jangan lupa untuk mengontrolnya untuk menghindari rentetan akibat yang bersifat negatip
- Menurunnya fungsi kognitif seperti sulit berpikir jernih, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, dan sulit mengambil keputusan. Pada akhirnya penderita juga bisa mengalami paranoid, delusi, atau halusinasi
- Adanya gangguan perilaku seperti cepat merasa lelah, kehilangan semangat hidup, tidak dapat merasakan kesenangan hidup (anhedonia), termasuk tidak dapat menikmati hubungan seksual, tertekan, gugup, agresif, stres (burnout) yang berujung pada kehilangan minat terhadap pekerjaan serta menurunkan performa kerja itu sendiri
- Mengalami gangguan tidur (insomnia). Baik susah tidur, terlalu banyak tidur, atau tidak dapat tidur sama sekali. Tidak heran penderita gangguan kesehatan mental juga sering terlihat kurang berenergi dan tidak produktif dalam beraktivitas
- Mengalami gangguan makan (stress eating). Gangguan ini meliputi tidak nafsu makan yang dapat berakibat kekurangan gizi kronis; dan makan secara berlebihan yang diikuti usaha menghindari kenaikan berat badan (bulimia). Keduanya potensial mengancam nyawa penderita
- Menarik diri dari lingkungan sosial yang diawali kesulitan berinteraksi/beradaptasi dengan orang lain. Penderita bisa tiba-tiba memutus hubungan dengan keluarga dan teman-temannyaÂ
Nah, setelah kita memahami beberapa tanda tersebut, apa yang sebaiknya dilakukan?
Tentang hal ini, silahkan kunjungi artikel Re Ayudya, seorang pemerhati psikologi dan pendidikan, berjudul Pentingnya Kesehatan Mental Seorang Ibu
Peran ibu dalam keluarga
Begitu besar dan berpengaruhnya peran seorang ibu dalam keluarga sehingga dikatakan jika baik wanita, maka baiklah negaranya. Sebaliknya, jika buruk wanita, maka buruk pula negaranya.
Artinya peran sebagai pendidik, pemberi semangat, motivasi dan teladan ada pada ibu.Â
Ia bukan sekedar melahirkan anak secara biologis, tetapi juga "melahirkan" calon manusia unggul yang kelak menjadi penentu masa depan negaranya.
Seorang ibu yang sehat secara fisik dan mental, akan sangat siap berkontribusi mengurus keluarganya dengan baik. Mulai dari menyiapkan menu makanan sehat, menciptakan suasana rumah yang bersih dan nyaman, mendampingi tumbuh kembang anak-anaknya, bahkan di saat keluarganya jatuh sakit.Â
Bayangkan bila seorang ibu mengalami kelelahan mental, tekanan, dan gangguan kecemasan yang tidak terkontrol. Maka peran dan tugasnya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Keluarganya akan menjadi berantakan dan kehilangan arah.
Lalu, kiat apa yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kesehatan mental ibu di tengah keluarga?Â
Perlu diingat bahwa keluarga dan masyarakat adalah lingkungan paling ideal dalam hal ini.
Apa yang paling dibutuhkan ibu dalam membentuk suasana hatinya?
Pertama, akui kehadiran dan peran ibu dalam keluarga. Kita memperlakukan seorang ibu dengan baik, menyapa dengan santun, dan meminta tolong dengan cara sopan.Â
Jangan sampai kita berlaku seenaknya, apalagi kasar, baik secara fisik maupun verbal pada ibu. Ingatlah ibu banyak melakukan kebaikan dan pengorbanan untuk kita, keluarganya.
Kedua, berikan bentuk dukungan, support, dan kepedulian, baik diminta ataupun tidak. Misalnya, di hari libur ayah menawarkan diri untuk menjaga adik agar ibu bisa mandi berendam air hangat sebagai upaya memanjakan diri (me time).
Ketiga, jadilah pendengar saat ibu menyampaikan keluh kesah atau curahan hatinya. Dengan memberi ruang seperti ini, ibu dapat melepaskan beban hatinya, dan juga kesedihan yang ia rasakan. Dan akan lebih baik lagi bila kita dapat memberikan solusi atas apa yang sedang dihadapi ibu.
Keempat, berikan apresiasi, penghargaan, pujian atau ungkapan terima kasih lainnya. Bisa ucapan sesederhana "Terima kasih, Mama..." atau dengan sebentuk kado maupun buket bunga di momen spesialnya.
Kelima, tunjukkan bahwa kita menerima ibu apa adanya. Artinya kita tidak menuntut ibu menjadi wanita super yang bisa mengatasi setiap keadaan dalam keluarga. Bahwa ibu tidak selalu kuat dan tegar.Â
Sekali-sekali ia akan menunjukkan hatinya yang rapuh, bahkan tubuhnya yang sakit-sakitan. Saat itu kita wajib merawatnya, bukan mencampakkannya.
Keenam, pahami juga bahwa ibu akan menjalani fase-fase berat sekaligus luar biasa. Seperti masa menstruasi, kehamilan, menyusui, serta pra monopause. Bantulah ibu untuk mendapatkan situasi senyaman mungkin. Dan percayalah, semua itu tidak mudah bagi seorang wanita.
Wasana kata
Ibu adalah bagian dari diri kita. Tanpa ibu, seorang anak laksana perahu tanpa dayung. Laksana kegelapan malam tanpa sinar bulan. Laksana buku tanpa satu pun huruf di dalamnya.Â
Jagalah ibu, karena dialah aset. Di kakinya, surga milik anak-anaknya.
Kota Kayu, 29 Maret 2022
Ayra Amirah untuk Kompasiana