*
Senyum manja dari bibir tipis Luna, gagal membelah jantung. Meski ya, harus kuakui kecantikannya selevel dewi kayangan.Â
"Saya harap Mas Panca bisa profesional," desisnya di telinga, hampir redam oleh gemuruh penonton.
Event yang disiarkan salah satu tv ini terasa hambar tanpa gadisku. Benar-benar tak habis pikir.
Dari sini, aku masih harus menandatangani kerjasama dengan produk komersil. Tapi lebih dulu aku sempatkan membeli bunga dan berdoa di makam gadisku. Kuharap Luna menaiki mobilnya sendiri.
Setahun kemudian...
"Perhatikan ekspresi kamu."
"Agak menyamping. Okey."
"Tolong tim, kainnya lebih dramatis."
"Tahan."Â
"Okey, thank you!" Kali ini aku memberikan applouse pada model balerina. Puas.
Setengah isi gelas masuk ke lambung.Â