Lelaki itu selesai membaca semuanya. Seribu satu catatan permenungan istrinya selama ia tinggalkan. Ini gila!
Mulai dari menyalahkan diri sendiri, memikirkan kebaikan Ara, sampai komunikasinya kepada Tuhan!
Lelaki itu tersungkur di lantai. Kali ini ia tidak dapat pura-pura bertahan dari sebuah rasa bersalah. Tanpa ragu ia meraung menangisi harinya yang kemarin, dosa yang ia ciptakan, dan penderitaan yang ia berikan kepada keluarganya.
Jantungnya seolah ditikam. Lelaki itu merasa tak berdaya membela dirinya. Apa yang harus ia akui kepada Tuhan nantinya?
Ia terus menangis, tak peduli keperkasaannya akan kalah di hadapan istrinya. Wibawanya akan hancur, lalu ia akan mendapat balasan kalimat keji. Lelaki itu pasti menerimanya. Karena tidak ada hal paling bodoh dari seorang lelaki selain pulang ke pangkuan istrinya di saat ia sudah bangkrut!
Lelaki itu terlihat seperti orang sinting. Air matanya terus membasahi lantai dan jas biru yang dipakainya. Wajahnya begitu kusut, dengan rambut seperti habis diterpa badai.
"Bangunlah, Sayang. Apa yang kau lakukan?" untuk pertama kalinya wanita itu membuka suara.
Lelaki itu terperanjat, melongo. "Kau mau memaafkanku, Sayang?" tanyanya tak percaya. Ditelusurinya wajah istrinya yang berkilau karena bias dari jendela. Ada senyum hangat di sana.Â
Di luar jendela, kawanan burung camar melintas pulang.Â
Kota Kayu, 10 Maret 2022
Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana