Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membantu Anak Remaja Mengubah Sifat Pemalu Menjadi Percaya Diri

7 Maret 2022   17:02 Diperbarui: 9 Maret 2022   11:17 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Membantu Anak Remaja Mengubah Sifat Pemalu menjadi Percaya Diri| Foto: Thinkstockphotos via kompas.com

Sekilas anak remaja tampak wajar saat memiliki sifat pemalu. Sebagian orang tua menganggap hal ini akan berubah seiring berjalannya waktu. Tapi bagaimana kalau tidak?

Sifat pemalu, artinya mudah merasakan malu. Hal ini bisa diawali oleh perasaan grogi, yaitu merasa canggung atau tidak nyaman saat berhadapan dengan orang banyak. Cirinya, mulai dari tidak berani menatap, menunduk, wajah memerah, keluar keringat dingin, detak jantung cepat, pusing, mual, bahkan mules.

Perasaan grogi itu sendiri, timbul karena tidak adanya dukungan, pernah dikritik/dijatuhkan, trauma, minder/rendah diri, ataupun karena kurangnya persiapan.

Pandemi dan Pembelajaran Tatap Muka

Awalnya, saya menyadari bahwa pandemi yang berlangsung selama dua tahun, telah berimbas kepada anak sulung kami. Ia yang tadinya biasa-biasa saja, berubah menjadi tidak nyaman saat kelasnya diaktifkan kembali. 

Ketika itu, khusus murid kelas 6 diberikan opsi hadir tiga kali dalam seminggu, dalam rangka persiapan UAS/UAN, dengan durasi pertemuan tiga jam saja.

Rupanya, anjuran pemerintah untuk lebih banyak di rumah aja, telah menyisakan sebuah "rasa asing" bahkan kepada teman akrabnya sendiri.

Hal ini terulang kembali saat ia memasuki MTs, jenjang sekolahnya yang baru. Tepatnya di bulan November menjelang melaksanakan UTS di sekolah. Rona malu-malu tampak dari gerak-gerik anak sulung kami yang merasa bimbang akan mengobrol dengan teman yang mana nantinya. Sistem daring yang berlangsung beberapa bulan sebelumnya, rupanya tidak lantas membuat mereka saling akrab.

Sebenarnya, perasaan tidak nyaman dan malu-malu saat bertemu teman-teman sekolahnya, bisa jadi tidak akan berlangsung lama dan akan kembali dengan sendirinya. 

Tetapi sebagai orangtua, saya merasa terpanggil untuk membantu anak kami agar bisa tumbuh menjadi remaja yang percaya diri di tengah-tengah lingkungannya.

Mengapa sikap malu-malu pada remaja perlu mendapat perhatian orangtua?

Banyak hal yang terjadi di usia dewasa, berakar dari pola perilaku di masa remaja. Sikap pemalu, ramah, terbuka, bahagia, depresi serta mudah putus asa, akan tergantung bagaimana ia belajar tentang hidup pada tahap usia sebelumnya. 

Jika anak remaja mempelajari bagaimana menemukan solusi dari masalahnya dan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, maka hal ini akan terbawa ke masa dewasa sebagai pola kebiasaan.

Sebaliknya, jika remaja terbiasa bersikap lemah, pesimis dan menarik diri, maka hal ini pula yang akan terbawa ke perkembangan selanjutnya. Nah, menjadi penting, bukan?

Lalu, apa yang dapat dilakukan orangtua dalam hal ini?

Pertama, membangun rasa percaya diri (self confidance) anak remaja. 

Sikap yakin kepada diri sendiri ini, penting untuk menekan sifat pemalu yang bisa menyeretnya tumbuh menjadi seorang introvert. Caranya:

  1. Mengajarkan bagaimana menghadapi rasa takut. Selain saya memberikan arahan, setiap hari ia saya haruskan menyimak video motivasi dari saluran YouTube. Rasa takut harus dikendalikan agar tidak menghambat kemampuan diri
  2. Bersikap terbuka pada orang lain dan tidak menutup diri. Dalam hal ini saya memintanya untuk belajar/mengerjakan tugas sekolah tidak lagi di dalam kamar, tetapi di ruang keluarga. Selama ini ia banyak menghabiskan waktu di kamar dan terkesan mengurung diri. Jadi, sekarang ia harus bergabung di tengah tengah anggota keluarga lainnya. Termasuk ketika abahnya pulang dari bekerja, ia tidak boleh hanya berada di dalam kamar
  3. Berinteraksi. Antara lain saya memintanya berbicara secara mandiri dengan pustakawan sekolah untuk mengurus keanggotaan dan meminjam buku di sana
  4. Tidak membandingkan diri dengan orang lain

Kedua, memperkenalkan tentang public speaking kepada remaja. 

Ini adalah kemampuan menyampaikan atau mempresentasikan suatu topik pembicaraan di depan umum/audiens.

Kunci public speaking itu adalah:

  1. Belajar memposisikan tubuh secara rileks, misalnya dengan posisi duduk terbuka, serta menggunakan pernafasan perut
  2. Belajar berbicara di lingkungan dekat, contohnya keluarga
  3. Membentuk mindset bahwa kita bukan pusat kendali kehidupan orang lain
  4. Jangan fokus pada penampilan, tetapi pada pembicaraan
  5. Persiapkan materi dengan baik. Bisa berlatih di depan cermin atau dengan merekam suara
  6. Terus berlatih. Kebetulan, suatu hari di semester kedua sekolahnya, anak sulung kami bercerita tentang tugas membuat presentasi di depan kelas. Saya pun menanggapi dengan memberikan beberapa pandangan tentang apa yang penting dari tugas tersebut. Juga menceritakan di masa sekolah dulu, saya pun demikian.

Ketiga, memberikan tugas.

Untuk mencapai perkembangan terbaru, apakah anak sulung kami sudah meninggalkan sikap malu-malu dan mulai menjadi percaya diri, saya sengaja memberikan tugas untuk dilakukan secara mandiri.

Yang pertama adalah berbicara dengan pustakawan sekolah, seperti yang saya sampaikan di atas. 

Mulanya ia menanggapi dengan manja dan terkesan ingin menolak tugas ini. Tetapi saya terus mendorongnya. 

Selanjutnya, saya memintanya berani masuk ke ruang dewan guru untuk mengurus keperluannya. 

Antara lain menyampaikan iuran kas kepada wali kelas, membicarakan hal tugas kepada guru mapel, serta memenuhi tugas susulan saat tidak hadir karena sakit, yaitu menyanyi. 

Kabar baiknya, semua tugas tersebut berhasil ia lakukan dengan berani. Pustakawan sekolah menerima dengan baik. Bahkan dengan bangga ia juga mengatakan, saat presentasi kelas ia mendapat pujian dari gurunya karena dapat menjawab pertanyaan peserta. Dan kelasnya ternilai paling aktif dibanding kelas-kelas lainnya.

Tumbuh menjadi percaya diri adalah sebuah proses, bukan bakat!

Ilustrasi mendampingi anak remaja|foto: orami.co.id
Ilustrasi mendampingi anak remaja|foto: orami.co.id

Jika sebagian anak remaja terlihat mempunyai rasa percaya diri tanpa pelatihan sebelumnya, yakinlah ini merupakan hasil interaksi dengan lingkungan pada tahap perkembangan sebelumnya, bukan bakat.

Hurlocks (1999) mengatakan bahwa perkembangan rasa percaya diri pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh:

  • Pola asuh yang demokratis dalam keluarga
  • Kematangan usia yang memperlihatkan kedewasaan
  • Jenis kelamin
  • penampilan fisik
  • Pertemanan sebaya
  • Hubungan dalam keluarga

Menjadi remaja yang percaya diri, apa untungnya?

Jika diamati, tingkat percaya diri anak remaja tidaklah sama. Bergantung seberapa usahanya dalam menumbuhkan kepribadian yang positif.

Kelebihan anak remaja yang memiliki rasa percaya diri yaitu:

  1. Dapat memimpin/mengorganisir teman-temannya
  2. Memiliki prestasi lebih dari teman-temannya 
  3. Bersemangat menjalani hari-harinya
  4. Mampu memecahkan masalahnya
  5. Mandiri
  6. Mempunyai karakter yang kuat

Demikianlah, semoga bermanfaat.

Kota Tepian, 7 Maret 2022

Ayra Amirah untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun