Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita dalam Berkas Sinar

6 Maret 2022   07:57 Diperbarui: 6 Maret 2022   07:58 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalau di urutan dua puluh dia menulis lagi, sudah bagus suamiku tidak mengurus perceraian, atau Ara akan menjadi anak yang broken home!

Teruuus saja dia menuliskan keberuntungan-keberuntungan dalam perselingkuhan suaminya. Beruntung karena perempuan itu tak pernah dibawa menginap di rumah. Beruntung karena ia tidak ditawari tinggal serumah dengan madunya. Beruntung karena keluarganya tak ada yang tahu masalah ini. Ah, betapa gila dia menulisnya.

Sampai di bulan keenam, wanita itu menuliskan harapan hatinya, mulai di urutan ke enam puluh tujuh. Semoga badai ini cepat berlalu. Lalu di urutan enam puluh delapan, semoga suamiku dapat menumbuhkan kembali rasa cintanya kepadaku. Di urutan enam puluh sembilan, semoga putri kami tak akan bernasib sepertiku atau perempuan itu.

Kira-kira seperti itu permenungan yang dilakukannya. Ia terus bersyukur tentang rumah tangganya yang tak terusik apapun sampai Ara berusia lima belas tahun. Ia begitu bersyukur selama itu suaminya sudah menjadi lelaki yang setia dan selalu mencintainya. Dan Ara tumbuh bahagia bersama kedua orang tua yang harmonis. Itu yang terpenting.

Di tahun berikutnya, saat episode suka berganti cerita duka, dia berharap Ara sudah tumbuh kuat dan memahami apa itu cinta. Wanita itu ingin putrinya melihat dengan jelas, sebelum jatuh hati kepada pacar pertamanya yang biasa membuat remaja mabuk kepayang. Mungkin ini adalah pelajaran penting yang dititipkan suaminya. Dia akan lebih mudah mendidik Ara, bukan?

"Mama..." suara lembut putrinya kembali menyeruak saat memasuki ambang pintu. Wanita itu bahkan tak menyadari ketika gadis itu keluar meninggalkannya.

"Mama makan dulu yaa..."

Seperti biasa yang terjadi di bulan-bulan ini, Ara selalu masuk membawakan nampan berisi makanan, air putih dan obat. Dengan telaten, dikupasnya apel atau jeruk yang tersedia. Disuapnya perlahan kepada ibunya. Disekanya dengan tisu, lalu disuapnya makan siang demi wanita yang dicintainya. Meski tak habis, Ara tidak akan mengeluh. Meski membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan, Ara sama sekali tak keberatan.

Dalam hati kecilnya, mungkin Ara ingin teriak dan memberontak. Ia telah kehilangan kedua orang tua yang mempedulikan kehidupannya dengan pertanyaan-pertanyaan kecil seputar sekolah, bahkan dukungan saat ia sedang menghadapi kejuaraan bulutangkis di berbagai tempat.

"Ara, jangan lupa istirahat ya. Ara pasti capek kan, pulang sekolah harus merawat mama?" kata wanita itu saat Ara selesai. Dua butir obat dari psikiater telah ditelannya. Artinya Ara akan keluar dan membiarkannya tenang sendirian.

Gadis itu mengangguk, lalu menciumi kedua pipi ibunya. Ara percaya wanita yang sudah melahirkannya sedang mengajarinya bagaimana bersabar menjalani takdir yang tidak mengenakkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun