Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Depresi pada Remaja, Akibat Kurangnya Pendampingan Orang Tua

24 Februari 2022   10:35 Diperbarui: 24 Februari 2022   15:36 2488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi remaja depresi|foto: Anna Puhlmann/Pinterest

Dunia remaja, menarik untuk dibahas. Digali sedalamnya untuk menyelamatkan mereka dari permasalahan yang menjadi tanggung jawab orang tua.

Ada banyak kasus kenakalan yang melibatkan remaja, tetapi sebenarnya disebabkan orang tua bersikap abai atas kebutuhan remaja. Umumnya orang tua mengira remaja hanya memerlukan biaya ekonomi (nafkah) dan pendidikan saja. Selebihnya orang tua menilai anaknya sudah cukup mandiri dan risih untuk disentuh seperti semasa kecilnya.

Sebetulnya, apa sajakah kebutuhan remaja saat ini?

Lewis dan Lewis (1993) merincikan kebutuhan remaja tak sesederhana tersebut. Ada kebutuhan jasmani, psikologis, sosial, ekonomi, politik, penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan psikologis remaja

Dalam konteks depresi pada remaja yang saya bicarakan, saya ingin menekankan aspek kebutuhan psikologis yang sering diabaikan orang tua.

Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan psikis yang kualitatis, progresif dan sistematis. Karl Claudius Garrison (1900-1980) mengemukakan kebutuhan psikologis meliputi:

  • Kebutuhan untuk memperoleh kasih sayang
  • Kebutuhan untuk  diterima oleh kelompoknya
  • Kebutuhan untuk mampu mandiri
  • Kebutuhan untuk mampu berprestasi
  • Kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari orang lain
  • Kebutuhan untuk dihargai
  • Kebutuhan untuk mendapatkan falsafah hidup

Apakah yang dilakukan orang tua kepada anak remajanya sejak ia pulang sekolah sampai menjelang tidur?

Memercayakan begitu saja sang anak berlama-lama di dalam kamar sembari ditemani telepon pintar? Atau membiarkan sang anak bergaul di luar rumah, bersama teman/komunitasnya? 

Lalu bagaimanakah sikap orang tua bila suatu saat mendapati hal-hal buruk sudah melekat pada diri anaknya? Tidak naik kelas, misalnya, kecanduan narkoba, atau hamil pra nikah?

Artikel terkait: Melahirkan di Usia 14 tahun, Pendidikan Seksual yang Gagal?

Sampai di sini, mengubah pikiran bahwa remaja hanya butuh makan, minum, sekolah, dan istirahat, menjadi penting adanya.

Orang tua perlu mencermati lebih jauh. Sesungguhnya, remaja berada dalam situasi yang paling mungkin mendorongnya pada stres dan ketegangan. 

Ini disampaikan oleh Bapak psikologi remaja, G. Stanley Hall, bahwa masa remaja merupakan masa storm and stress.

Depresi sebagai akibat dari rasa kesepian

Ilustrasi remaja depresi|foto: Anna Puhlmann/Pinterest
Ilustrasi remaja depresi|foto: Anna Puhlmann/Pinterest

Depresi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah gangguan jiwa pada seseorang yang ditandai dengan perasaan yang merosot, seperti muram, sedih, dan tertekan. 

Depresi lebih rentan dialami wanita ketimbang laki-laki, dan menyasar pula pada anak remaja.

Mengapa?

Remaja adalah individu dengan perkembangan yang kompleks. Mental, spiritual, jasmani dan akal budi (kognitif), semua berkembang secara kualitas dan meluas.

Di fase ini, remaja sangat membutuhkan kasih sayang serta pengakuan dari orang di sekitarnya. Salah satunya bisa berupa apresiasi atas kemampuan dan effort yang sudah dilakukan. Tetapi, ia belum tentu mendapatkan apa yang dibutuhkan. Itu sebabnya.orang tua perlu waspada.

Dari channel you tube 1% dijelaskan, depresi adalah kehilangan motivasi yang berlangsung terus-menerus (konstan). 

Dan dari buku psikologi The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) dikatakan depresi adalah periode yang berlangsung selama dua minggu, dimana pelakunya merasa tertekan, kehilangan minat/kesenangan selama melakukan aktivitas sehari-hari.

Berikut gejala yang ditunjukkan oleh remaja yang depresi:

  • Suasana hati sedih serta mudah tersinggung
  • Kelelahan yang berlebihan
  • Kurang konsentrasi
  • Merasa tidak berguna
  • Selalu ingin bunuh diri
  • Cemas, gelisah dan pasif

Lebih lanjut, data WHO tahun 2017 tentang penderita depresi, sebanyak 322 juta orang di seluruh dunia mengalami depresi. Sedangkan di Indonesia, menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Sakit Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Eka Viora, SpKJ, 15,6 juta orang menderita depresi.

Kembali ke pembahasan, jika kebutuhan psikologis tidak terpenuhi, remaja akan merasa kesepian, dan lambat laun akan menjadi depresi.

Menyoal banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan remaja, menjadi indikasi mengapa orang tua perlu menaruh perhatian. Maka sebisa mungkin, hindarkanlah rasa kesepian dialami anak remaja.

Zimbardo (dalam Fuhrmann,1990) mengatakan bahwa remaja yang kesepian cenderung pemalu sehingga lebih suka sendiri dan ragu-ragu dalam menjalin hubungan sosial.

Sementara, Goswick (dalam Fuhrmann, 1990) mengatakan bahwa kesepian pada remaja berkaitan dengan perasaan inferior, tidak diterima dan tidak mendapatkan fasilitas sosial. Ia juga menambahkan, kesepian adalah hal yang wajar  bagi remaja,tetapi mereka memperburuknya dengan  pikiran subyektif yang negatif.

Selain kesepian, berikut adalah ciri remaja yang depresi, dilansir dari Kompas.com.

  • Mood yang berubah
  • Enggan berkomunikasi
  • Prestasi akademis menurun
  • Gangguan tidur
  • Banyak melamun
  • Tidak peduli dengan penampilan
  • Putus asa dan ingin bunuh diri
  • Berat badan menurun drastis

Bisa disimpulkan, pendampingan orang tua secara fisik, akan sangat berguna untuk menyelamatkan remaja dari berbagai masalah.

Sekecil apapun interaksi keduanya, akan melahirkan kedekatan serta ikatan emosional yang kuat. Orang tua adalah muara kasih bagi anak-anaknya. Perasaan nyaman dan hangat akan menjelma rasa bahagia dan percaya diri untuk menatap masa depan.

Jadi bisa dibayangkan, ketidakhadiran orang tua bagi remaja adalah sesuatu yang fatal. Ia akan merasa sendiri, kesepian, tidak berharga dan tidak memiliki semangat hidup. Inilah mengapa gagalnya pemenuhan kebutuhan psikologis remaja, bisa berdampak depresi dan bunuh diri.

Dilema ibu pekerja dan kondisi orang tua bercerai

Jika ditelusuri, frekuensi kehadiran seorang ayah dalam sebuah keluarga, bisa jadi sangat kecil karena kondisi pekerjaan. Harus bekerja lembur sampai larut malam, atau pergi keluar kota sampai berhari-hari. Bahkan ada yang baru bisa menemui keluarganya setelah dalam hitungan bulan.

Maka, sosok ibulah yang paling diharapkan untuk menempati kekosongan tersebut. Bukan malah sibuk dengan urusan yang sama pula.

Kebiasaan orang tua justru melihat anak remaja dalam posisi aman untuk ditinggal selama seharian di rumah. Yang penting bahan makanan dan fasilitas lainnya tersedia. 

Kondisi yang sama ketika orang tua mengalami perceraian dan anak menjadi kehilangan kasih sayang orang tuanya.

Kedua hal inilah yang saya maksud dengan abai atau lengah. Suka atau tidak suka kita harus mengakuinya, bukan?

Membina kebersamaan dengan anak

Ilustrasi orang tua mendampingi anaknya|foto: dok EDUTORE via Kompas.com
Ilustrasi orang tua mendampingi anaknya|foto: dok EDUTORE via Kompas.com

Lalu, hal apa sajakah yang dapat dilakukan orang tua saat mendampingi anak remaja?

  • Membangun komunikasi. Berikan cinta, perhatian dan keyakinan bahwa orang tua selalu ada untuk mereka
  • Saling curhat. Dalam arti orang tua siap menjadi pendengar dan bersikap layaknya sahabat bagi anak remaja. Sebaliknya orang tua boleh bicara dari hati ke hati untuk menimbulkan empati anak 
  • Berdiskusi
  • Beraktivitas bersama. Bisa membersihkan rumah, memasak, berkebun atau kalau mungkin mengerjakan servis peralatan rumah tangga, seperti yang diminati anak

Artikel terkait: Seperti Apa Cinta yang Murni itu?

Kesehatan mental menjadi teramat penting, sebab sehat jasmani saja tidaklah cukup untuk meraih masa depan.

Sudah saatnya orang tua menyadari bahwa remaja perlu tumbuh baik secara jiwa dan raga dengan dukungan serta sikap yang benar. Jangan biarkan anak remaja mengurung dirinya di kamar yang gelap, atau menangis sendirian tanpa adanya solusi dari apa yang dirasakannya.

Salam sehat.

Ayra Amirah untuk Kompasiana

Kota Tepian, 24 Februari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun