Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaki Seorang Bintang

17 Februari 2022   17:55 Diperbarui: 17 Februari 2022   18:02 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kaki Seorang Bintang | foto: Makayla/Pinterest

"Seratus lima puluh juta. Deal!"

"Oke, kita ketemu besok."

Lelaki itu menutup telepon. Matanya melukis langit-langit kamar. Potongan-potongan gambar berjalan bagi roll film.

Amazing! 

Artis yang dia pegang bisa se-hoki ini. Padahal hanya bagian kaki dan hanya untuk dijepret beberapa kali selama photoshoot, bayarannya bisa menghidupi keluarganya selama setahun!

"Perasaan, kaki Janet biasa-biasa aja. Cuma lebih ramping dan mulus aja sih..." gumamnya sendirian, seraya memandangi kakinya yang sedikit berisi dan kusam.

"Ah udahlah, rezeki orang gue pikirin..." celetuknya.

*

Sementara itu, di apartemennya, sang bintang tengah merendam tubuhnya dalam bathup sambil matanya memejam.

Jadwal kerjanya betul-betul padat, setidaknya sampai akhir tahun depan. Itu artinya, ia harus bertahan dalam waktu cukup lama di ibu kota. Bukankah menjadi bintang terkenal, dulu adalah cita-citanya?

Ia ingat dorongan semangat yang dari keluarganya. 

Janet harus mengalah. Harus bersabar. Kesempatan tidak datang dua kali. Saat ini ia sangat dibutuhkan penggemarnya. Juga pemilik produk yang memberinya endorsment. Entah lima tahun lagi. 

Janet menghirup semerbak wangi air mandinya sekali lagi, sebelum membuka kelopak matanya pelan-pelan. 

Ditatapnya bunga anggrek yang sedang mekar di sisi jendela. Cantik sekali, dan warnanya sesuai selera Janet. 

Momen ini tak terjadi setiap hari. Paling banyak dua kali dalam setahun bunga kesayangannya ini mekar. Kira-kira seperti itu pula dirinya.

Janet galau. Ternyata faktanya tak seindah impiannya dulu. 

Menjadi penyanyi dengan bayaran mahal ternyata membuatnya kehilangan diri sendiri. Janet bahkan sulit untuk menyimpan apapun dalam ranah privasinya.

Selain itu, ia harus bangun sepagi mungkin setiap hari. Dan setiap aktivitasnya, ditentukan oleh apa yang ditulis Roby, sang menejer. Lelaki itu agak cerewet dan galak, meski juga sangat profesional.

Pernah Janet ingin membeli sate di pinggir jalan. Ia tergoda aroma dari asap yang sampai ke hidungnya saat melewati jalan Gn. Sahari. Tapi apa boleh buat, ia tak boleh kemana-mana. Hanya Roby yang boleh turun dan memesan sate untuk disantap di mobil.

"Lu gimana sih?? Jaga dong attitude kebintangan loe..." omel Roby saat ia pernah bilang ingin makan es buah yang lagi hits di jalan Ratu Kemuning.

Bagi Janet, makan sate di mobil selama perjalanan ke lokasi pemotretan, sama sekali tidak asyik meski rasa sate tetap enak. 

Begitu juga menikmati es buah di balkon apartemen yang dipesan dari aplikasi ponsel, lalu dibawa abang ojol, ngga seger sama sekali, bukan?

Meski pundi-pundinya terus bertambah, tak urung Janet merasa iri dengan Roby yang notabene masih tercatat sebagai masyarakat biasa.

Rumah mewah di kota kelahirannya untuk ditinggali orang tua dan saudara, mobil impor, apartemen, saham, bisnis, telah ditukar dengan kebebasannya sebagai orang kebanyakan. 

Sekarang ia selalu diuntit paparazi. Posenya yang sedang leyeh-leyeh di pantai Moli'i Sahatu, Taman Nasional Wakatobi, dengan cepat tersebar di dunia maya. 

Percintaannya dengan seorang pria bule, juga sempat menjadi berita utama surat kabar. Segala gerak-geriknya "laku" bagi bianis hiburan tanah air.

Janet menyadari menjadi bintang butuh mental kuat. Ia juga harus menciptakan caranya sendiri untuk mendapatkan kebahagiaan. 

Delapan bulan kemudian

"Lu yang sabar ya, Say..." bisik Roby sambil menatap manik mata Janet. Tatapannya begitu hangat, dengan mata merebak tangis.

Kecelakaan mobil yang menimpa artisnya, terbilang tragis dan mengerikan. Dan pada hari itu dirinya sedang izin mendampingi istrinya melahirkan. Janet hanya berdua dengan supir. 

Semua seperti sudah diatur untuk menyadarkan dirinya.

Janet tak menyahut. Tersenyum pun ia tak bisa. Hanya bulir bening mengalir dari sudut matanya, terus turun membasahi bantal putih.

"Keluarga loe akan segera sampai kok. Gue baru aja telepon. Udah keluar bandara Soetta kok..." bujuk Roby lagi.

Ditatapnya sepasang kaki milik Janet.

Kaki itu bengkak, di-gips dan dibalut perban sedemikian rupa. Informasi dari dokter, gadis itu mengalami patah tulang yang berpotensi kelumpuhan permanen akibat terjepit saat kecelakaan.

Di sisi lain, sepertinya Tuhan memberikan jawaban dari keinginan hambanya. Tidak ada jalan lain untuk menjadi orang biasa, selain berhenti menjadi sang bintang.

SELESAI

Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana

Kota Tepian, 17 Februari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun