Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ibu adalah Penyintas Kanker yang Selalu Tersenyum

9 Februari 2022   05:54 Diperbarui: 9 Februari 2022   20:24 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi simbol pita kanker. (sumber:Shutterstock via KOMPAS.com)

Close the care gap in cancer: what, why, how, menjadi tema peringatan hari kanker sedunia pada 4 Februari 2022. Kali ini sasarannya adalah menghilangkan kesenjangan perawatan dan pelayanan terhadap pasien kanker.

Ibu adalah sosok tak terlupakan bagi setiap anak. Begitu pun saya. Meski kebersamaan kami tak benar-benar utuh, naluri ibu dan anak selalu terpaut.

Peringatan hari kanker sedunia beberapa waktu lalu, terus memunculkan memori tentang ibu. Tentang senyum yang tak lepas dari wajah cantiknya. 

Sejak tahun 2016, ibu sudah menjalani peran kehidupannya sebagai penyintas kanker payudara. Demikian kabar yang sampai pada kami di perantauan.

Sambil menunggu jadwal kepulangan, saya mulai mencari informasi tentang penyakit ini. 

Mulanya, sel pada jaringan payudara tumbuh dan berkembang abnormal tanpa kendali. Baik di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, termasuk jaringan ikat payudara.

Selanjutnya terjadi perubahan warna kulit di sekitar payudara. 

Sel dengan cepat tumbuh dan menyebar ke kelenjar getah bening, serta organ lainnya seperti paru-paru, tulang, hati dan otak.

Kanker payudara adalah mimpi buruk bagi wanita. Sel-sel itu akan menyebar, mengganas, "mengambil" bagian tubuh korbannya, dan membawa pasien pada hilangnya harapan hidup.

Kanker di Indonesia dan melonjaknya angka kematian penderita

Data GLOBOCAN 2020 yang dipublikasi Republika.com menyebut, kanker tertinggi di Indonesia didominasi oleh kanker payudara di urutan pertama, disusul kanker leher rahim, kanker paru dan kanker kolerektal pada laki-laki di urutan keempat.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasi kanker sebagai penyebab kematian tertinggi di dunia berdasarkan capaian 100 juta kasus kematian.

Angka tersebut disebabkan 70% pasien yang datang, sudah dalam tingkat keparahan lanjut. Seperti pada ibu. 

Ibu saat mendapat penanganan medis|foto: Andri (adik penulis)
Ibu saat mendapat penanganan medis|foto: Andri (adik penulis)

Ibu juga baru datang ke Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie saat sudah stadium IIIA. Pengobatan dari bahan herbal yang dipilih ibu, tidak memberikan kesembuhan seperti yang diharapkan. Justru terjadi pendarahan hebat yang mengantar ibu ke meja operasi tak lama kemudian.

Ibu berusaha menutupi penderitaan pada raganya, demi menjauhkan kesedihan dari kedua anaknya. Dan proses pengobatan serta kualitas hidup, menjadi sangat dipertaruhkan di titik ini.

Portaljogja.com melansir dari laman WHO, 20 juta orang terdiagnosis kanker pada 2021. Setengah dari jumlah tersebut merupakan pasien meninggal.

Selain itu, kesenjangan pengobatan dan perawatan pasien kanker antara negara-negara di dunia, juga menambah angka tersebut.

Pengobatan pasien kanker secara komprehensif, dapat dilakukan di 90 negara berpenghasilan tinggi. Sedangkan di negara berpenghasilan rendah, hanya dapat dilakukan sebanyak 15% saja.

Memprihatinkan memang. Dan ibu harus pula berada di dalamnya.

Pencegahan penyakit kanker

Sebenarnya, angka kematian penderita kanker dapat ditekan apabila pasien rutin melakukan deteksi dini dan menghindari faktor risiko penyebab kanker. 

Kurangnya pengetahuan, anggapan tabu untuk memperlihatkan organ intim saat pengobatan serta dukungan keluarga, juga mempengaruhi meningkatnya angka kematian penderita.

Dari Kompas.com, dilansir dari BreastCancerNow, penyebab kanker payudara antara lain:

  • Mendapat haid pertama di usia dini/sebelum 12 tahun
  • Monopause setelah usia 55 tahun
  • Kebiasaan merokok dan minum alkohol berlebihan
  • Kurang olahraga
  • Kegemukan/obesitas
  • Mengonsumsi obat hormon/terapi hormon
  • Genetik/faktor keturunan

Survivor Cancer

Saya sering bertanya dalam hati, mengapa ibu tetap dapat mengurai senyum sepanjang hari di saat menjadi penyintas kanker?

Bukankah kanker payudara adalah penyakit serius yang sama sekali tidak enak untuk diterima?

Setelah ibu tiada, barulah satu per satu jawaban terbuka.

  • Mungkin ibu introspeksi dan menyadari mengapa penyakit ganas itu sampai menyerang. Selain postur ibu yang cenderung gemuk, selama dua tahun terakhir, ibu juga bekerja di rumah makan Padang. Dan hampir setiap hari ibu menyantap masakan bersantan tanpa diimbangi dengan olahraga berarti. Kurang minum air putih dan lebih suka es jeruk.
  • Seorang ibu selalu hebat. Ibu selalu berprinsip mengalah untuk kebahagiaan keluarganya. Dalam hal ini ibu tidak ingin melontarkan keluhan dan membuat anak-anaknya sedih atau khawatir. 
  • Ibu juga memahami, hati yang gembira adalah obat untuk kesembuhannya. Ibu bisa melawan pertumbuhan sel-sel kanker dengan selalu berpikir positip dan merasa bahagia.
  • Dengan sakitnya, ibu lebih belajar untuk bersabar. Segala sesuatunya dihadapi dengan sikap penerimaan. Belajar ikhlas untuk menjalani takdir yang sudah digariskan
  • Ibu percaya, bila ibu menghadapi sakitnya dengan penuh ketegaran, sewaktu-waktu maut menjemput, duka di hati kami tidaklah menjadi berlipat.

Ibu sempat merasakan kesehatannya membaik

Ada interval waktu, di antara dua kali masa sakit yang dihadapi ibu.

Selama beberapa bulan setelah dilakukan operasi pengangkatan payudara sebelah kiri, ibu nampak segar dan sehat. Bahagia rasanya melihat ibu seperti ini. 

Masih jelas dalam ingatan, bagaimana ibu penuh semangat mengikuti kegiatan keagamaan. Para tetangga menyambut gembira atas kehadiran ibu kembali di tengah-tengah mereka.

Di suatu kesempatan, ibu juga sempat melakukan kegiatan susur sungai Mahakam bersama komunitas peduli penderita kanker.

Ibu seakan sudah kembali ke keadaan sebelum sakit. Penuh energi. Ibu mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, seperti membersihkan rumah, memasak dan menjemur cucian. 

Ibu menyiapkan sendiri sari lemon, rebusan daun kenikir, serta sayur daun kelor untuk menambah imun dan menekan pertumbuhan sel kanker. 

Ibu berusaha menepis efek dari kemoterapi. Ibu tidak ingin merasakan mual dan kulit kering. Ibu semangat mengonsumsi buah anggur dan potongan tomat segar.

Wajah ibu selalu dihiasi senyuman. Tak sedikitpun keluhan terdengar dari tuturnya. 

Rasa optimis kami pun tak bisa dipungkiri. Ibu bukan saja tampak sehat, tapi juga sangat mandiri menjalani hari-harinya.

Dengan gamis motif bunga, ibu tersenyum dan melambai sebelum masuk taksi online. Ibu menolak didampingi saat memberikan sample darah atau bertemu dokter spesialis ongkologi di rumah sakit. 

Sebagai survivor cancer atau pejuang kanker yang mengagumkan, ibu bahkan memenuhi jadwal kemoterapi lanjutan, secara mandiri. Semuanya dilakukan ibu sendirian, dengan perasaan pulih dan sehat.

Meski hari-hari ini wajah ibu terlukis dalam bayang kerinduan, satu hal yang menginspirasi, ibu adalah penyintas kanker yang tabah, tegar, mandiri, yang wajah cantiknya selalu dihiasi senyum.

Semoga peringatan hari kanker 2022 beberapa waktu lalu, dapat berimbas pada perbaikan pelayanan dan perawatan pasien kanker sebagaimana tema yang digaungkan.

Al fatihah untuk ibu.

(Terima kasih kepada bapak, adik dan adik ipar yang setia berada di sisi ibu, semasa sakitnya)

Ayra Amirah untuk Kompasiana

Kota Tepian, 9 Februari 2022

Ibu adalah Penyintas Kanker yang selalu Tersenyum|foto: shutter stocks via kompas.com
Ibu adalah Penyintas Kanker yang selalu Tersenyum|foto: shutter stocks via kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun