Apakah ini sebuah tekanan?
Saya pribadi termasuk ibu yang peduli dengan pencapaian. Saya berkata kepada anak saya, "Sekolah itu membutuhkan biaya, melelahkan... maka jangan sampai nilai pelajaranmu enam puluh lima. Ibu memberi batas terendah delapan puluh lima. Artinya engkau boleh tidak memahami pelajaran sebanyak nilai lima belas saja, tidak lebih."
Dan agar anak saya dapat memahami materi pelajarannya dengan baik, saya memberikan arahan, dorongan, fasilitas, metode, dukungan dan batasan jam bermain/bersantai kepadanya.
Sebagai gambaran, saya mengharuskan ia menjawab soal-soal IPS yang terdapat dalam aplikasi ponselnya. Sebab ia tampak lemah pada mata pelajaran ini. Tidak memberatkan, karena ia hanya perlu mengerjakan dua puluh soal atau satu level per hari. Dan lagi tingkat kesulitan berjenjang dari level satu sampai tiga puluh.
Saya sadar telah memberikan harapan dalam cinta saya, bahkan tekanan. Untuk itulah saya tertegun membaca tulisan (cerpen) Andi Firman.
Kemudian saya bertanya pada anak saya, "Apakah ada cara belajar yang selama ini ibu arahkan, ajarkan, yang tidak engkau sukai?"Â
Anak saya menjawab, "Tidak ada."
"Bagaimana dengan kewajiban menyimak pelajaran bahasa Arab dari ustadzah Fifi dalam channelnya?"
"Tidak keberatan."
"Sewaktu ibu minta membuat ringkasan IPA?"