Kalau mau direnungkan, mereka mungkin tak mau mengalami nasib sebagai korban pertikaian dan permusuhan.
Beban psikologis, kelaparan, kesepian, kekerasan telah melahirkan pribadi pemberontak dan brutal pula. Inilah yang nyaris membuat belahan hatiku berputus asa.
"Sama-sama, Sayang. Mas senang akhirnya kamu bisa menerima dan menyayangi Najem. Ia sangat menghormati kita dan banyak membantu, bukan?"
Alma senyum dan.mengangguk.
22 Desember 2021
Matahari baru saja memamerkan senyumnya. Semilir pagi menyambut dengan sejuta bahagia.
Aku memandangi Alma dan sesosok bayi perempuan kami. Cantik sekali seperti ibunya. Akhirnya ia hadir di tengah-tengah kami. Alhamdulillah...
"Selamat ya, Sayang. Sekarang kau menjadi ibu dari sepasang anak kita. Najem dan Najwa," kataku seraya menyerahkan sebuket bunga mawar.
"Selamat ya, Bunda. Barakallah..." lelaki tanggung di sebelahku tampak bahagia. Senyumnya indah sekali.
"Kota ini milik siapa, Najem?" tanyaku disambut rangkulan penuh haru.
SELESAI
Cerpen ini imajinasi belaka. Ditulis oleh Ayra Amirah untuk Kompasiana.