Barulah aku sadar, selama ini aku lupa mendoakan nenek Ami. Padahal beliau sangat sayang padaku. Bahkan ia baru bisa ikhlas meninggalkan dunia fana ini, setelah melihat kedatanganku. Mirip dengan orang berpamitan, bukan?
Sebenarnya apa yang membuatku sampai lupa mendoakan nenek Ami?Â
Apakah karena aku sibuk? Atau karena aku tak cukup lama mengenal nenek renta itu?
Seketika air mataku mengalir. Bagaimana mungkin aku menyayangi Zidane tanpa melihat asal-usulnya? Bagaimana juga aku menyenangi cangkir antik itu tanpa berterima kasih kepada pemiliknya?
Sejak saat itu, aku rutin mendoakan nenek buyut Zidane, serta menziarahi kuburnya sebisa mungkin.
Entah ada hubungannya atau tidak, sampai aku melahirkan dua anak, tak pernah ada kejadian ganjil tentang cangkir antik nenek Ami lagi.
SELESAI
Cerpen ini sebagai pengingat kita bersama, untuk setia mendoakan dan menziarahi keluarga yang sudah mendahului.
Kota Tepian, 30 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H