Sebuah hutan nan hijau, dipenuhi tumbuhan tropis, menjulang sekaligus bisu. Di seluruh belahan bumi, ia bak rahasia. Ia tergenggam dalam mantra-mantra penyihir yang kejam.
Naura, telah sewindu lebih menyatukan diri dengan seisi hutan. Ia dirubah wujudnya menjadi pohon tak berarti. Di suatu musim, bunga-bunga kecilnya bermunculan, menawan hati ribuan serangga jantan.
Mariah sangat tak suka. Tawanannya ini bukan lagi putri raja yang menyamai seorang bidadari. Ia hanyalah spesies berdaun kecil yang bahkan tak bisa dijadikan tempat berteduh tuan burung yang kebasahan.Â
"Hhhh... apa aku harus merubah wujudmu lagi, menjadi anak kelelawar yang kelaparan??" murka sang penyihir. Matanya melotot, nyaris keluar, seperti Pinto dari Brazil.
Naura menggigil, sangat ketakutan. Tapi sedikit pun ia tak dapat beranjak dari tempatnya.
Ia pernah mendengar kisah pemburu rusa yang dikutuk menjadi kelelawar yang kelaparan. Mariah menjadi kalap, saat orang-orang itu mengatakan penyihir adalah dongeng. Akan memotong leher penyihir, jika kisah mistis itu benar-benar ada.
"Dengar!" hardiknya dengan suara membelah langit. "Ayahmu adalah raja yang gila kekuasaan. Ia rela membuang gadis kecil tak berguna seperti dirimu. Jadi kau jangan macam-macam!"
Naura yang dijelmakan sebagai pohon, melayukan daun-daunnya, demi mendengar perkataan sang penyihir. Ia menjatuhkan banyak bunga anting putri ke permukaan tanah, sebagai tanda duka cita.
Ya, saat usianya hampir menyentuh sembilan tahun, baginda raja membuat perjanjian dengan Mariah yang jahat. Baginda akan memiliki kekuasaan seluas-luasnya, bila setuju menukar dengan dirinya.Â
Ibunda Ratu tak berkutik. Naura diungsikan ke dalam hutan. Dikutuk menjadi pohon kecil di tengah hutan, sampai waktu yang belum ditentukan. Jika baginda menginginkan ia pulang ke istana, maka kerajaan akan runtuh. Dan saudara laki-lakinya tidak akan bisa menjadi pewaris.