Bagi seorang buruh harian, itu semua adalah pengorbanan. Ia ingin istri dan anak-anaknya bisa makan kenyang, lalu tidur dengan nyenyak.
Tetes-tetes keringatnya pun menjadi amat berharga saat ini. Tanpa sedikitpun berharap uluran tangan dari orang lain. Pantang mengemis di pinggir-pinggir jalan. Begitulah.
Setiap orang, bisa bercermin dari individu lain tentang apa saja. Berpeluh demi keluarga tercinta, memeras keringat sebagai suatu persembahan.
Tapi di sisi lain, ada pula yang terlena karena berbagai kenikmatan. Duduk di atas angin, serta lupa memanjatkan syukur.
Gaji besar tanpa harus berpeluh-peluh, dihamburkan untuk diri sendiri saja. Lupa keluarga tercinta, apalagi berderma. Miris.
[edisi pengingat diri]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H