Bu Jihan, duduk lesu di kamarnya. Pertemuan tidak sengaja dengan laki-laki yang ada dalam masa lalunya, telah mengusik ketenteramannya.
Benar kata orang, dunia ini sempit. Baru saja ia menerima lamaran Romie untuk anaknya, Julia. Kini ia harus berhadapan dengan kegelisahan hatinya sendiri.
Dua puluh tahun yang lalu, Mas Satrio menjadikannya wanita paling bahagia. Ya, meski pernikahannya hanya berlangsung secara siri, tapi ia tahu pria itu sangat baik dan bertanggung jawab.
Maka ia pun menyambut gembira, ketika hasil tespek menunjukkan dua garis merah. Ia positip hamil. Bu Jihan dan Mas Satrio akan segera menimang buah cinta kasih mereka.
Tapi tidak. Belum sempat bibirnya membagi kabar bahagia ini, saat mereka makan malam bersama, seorang wanita kaya melabrak dirinya.Â
Bu Jihan merasakan tamparan di pipinya, lengkap dengan caci maki yang membuatnya menangis berderai-derai sepeninggal keduanya.
"Tega sekali kau Mas," bisiknya. Air mata kesedihan membasahi seluruh wajahnya.
"Ternyata kau pria beristri..."
Mendung pun datang, menawarkan kepedihan yang teramat sangat. Bu Jihan merasa sebagai wanita paling bodoh di dunia.Â
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Dijalaninya kehidupan bersama janin dalam kandungannya. Sampai akhirnya lahir seorang bayi perempuan cantik yang ia beri nama Julia.
Dirawatnya bayi itu dengan penuh kasih sayang. Diperjuangkannya apa saja agar Julia dapat tumbuh bahagia layaknya anak-anak lain, sekalipun tanpa kehadiran seorang ayah.