Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pulang ke Arah Barat

22 Oktober 2021   20:39 Diperbarui: 23 Oktober 2021   11:39 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pulang ke Arah Barat | foto: esty.com

Jessica adalah gadis di masa lalu, yang mungkin terlahir kembali sebagai orang lain. Tapi jika aku diminta memilih, aku tetap ingin menjadi bagian dari masa lalu gadis itu.

Tak perlu bingung. Aku adalah hamparan bunga yang menjadi temannya. Aku dan yang lainnya tumbuh di sekitar padang rumput kekuningan. Jessica biasa datang di waktu sore, sebelum matahari menghilang. Kami saling berbagi cerita.

Ia adalah gadis sederhana yang membantu ibunya. Mereka berdua bekerja di kediaman tuan Adrian, pemilik perkebunan kopi yang kaya raya.

Pagi-pagi sekali, Jessica mengambil susu dari peternakan. Pulang dari sana, gadis itu mampir mengambil roti gandum dari pembuatnya langsung, nona Mariane. 

Ia melangkah-langkah riang, sambil menyapa burung-burung yang berkicau. Memetik beberapa mawar yang tumbuh liar, untuk dibawa pulang.

Tuan Adrian sudah cukup tua, cerita gadis itu. Kira-kira mirip dengan kakeknya saat masih hidup. Jessica kecil sangat manja, namun kakek cepat meninggalkannya.

Mungkin gadis itu kesepian, karena tak mempunyai satupun teman. Desa itu terlalu terpencil dan berada jauh dari kota. Akulah, dan juga yang lainnya yang menjadi temannya saat itu. 

Sebagai bunga, kami tumbuh di mana saja. Di antara semak, di dalam belukar, di lembah dengan aliran sungai, atau di atas bukit sekalipun.

Di tempat kami masing-masing, kami menunggu musim berganti. Rintik hujan dan sinar matahari adalah teman yang mengunjungi. Sampai kami mulai malahirkan mahkota-mahkota yang indah bermekaran.

Tak banyak yang merasa tertarik. Kecuali ratusan jenis kupu-kupu yang harus memperbanyak jumlah kami. Atau para penjaja bunga, yang menjadikan kami bisnis di kota.

Di antara sedikit tangan lembut yang menyentuh kami adalah gadis itu. 

Jessica menyayangi para bunga. Ia selalu tersenyum dan memuji warna-warna kami yang berbeda. 

"Hi flowers..." sapanya setiap datang.

"It's look like a paradise!

and i hear you sing about peace and love..." katanya lagi penuh takjub.

Nah, adakah hati yang tak tersipu mendengar pujian ini? Bahkan kami tak sanggup melupakan gadis sebaik dirinya.

Berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun lamanya, kami menjalin persahabatan. Ya, antara seorang gadis dan bunga-bunga liar yang tumbuh dimana-mana.

Suatu hari, sebelum burung-burung walet pulang ke sarang, Jessica datang dengan muka lesu. Ia kusut dan tertunduk, duduk di tengah-tengah kami.

"Kakekku telah tiada untuk kedua kalinya," katanya dengan sepasang air mata di pipi.

"Apa maksudmu?" tanya bunga lavender ungu. Kami semua menunggu jawaban dengan rasa penasaran.

"Tuan Adrian telah tewas di ruang kerjanya. Seseorang telah meracuni kopinya..."

Seakan ingin tercabut dari akar, kami semua terperanjat dan terkejut mendengar berita ini.

Rupanya siang itu tuan Adrian berpulang dengan cara tidak wajar. Padahal selama ini ia begitu baik pada semua orang, termasuk dirinya. 

Bisa dibilang tuan Adrian cukup memperhatikan dan menyayanginya. Sekalipun ia hanyalah anak seorang pelayan. 

"Beberapa kali pria itu membawakan oleh-oleh pakaian, saat pulang dari mengurus bisnisnya di kota. 

Tak jarang hal ini membuat pekerja-pekerja yang lain merasa iri," tuturnya dengan berderai air mata duka.

*

Kali itu adalah kedatangannya yang terakhir. Jessica tak pernah mengunjungi kami lagi. 

Sampai suatu hari, hembusan angin membawa kabar kepada kami.

Paula, ibunya, dituduh sebagai pelaku kejahatan. Wanita malang itu tak berdaya sama sekali, dengan barang bukti bubuk sianida dalam sisa kopi. 

Setelah ibunya dikirim ke penjara di kota, Jessica tak tahu harus berbuat apa, harus berjalan kemana?

Ia pun segera mendapat hujatan, terutama oleh orang yang  merasa iri atas sikap tuan Adrian.

Merasa tak tahan, gadis itu pun memutuskan untuk pulang ke arah barat. Cukup jauh sebenarnya. 

Dan matahari sore sudah terlalu condong, saat ia hampir tiba di kubur kakeknya dengan sekeranjang bunga.

Jessica adalah gadis sederhana di masa lalu. Kelak mungkin ia terlahir kembali sebagai orang lain. 

Tapi jika aku diminta memilih, aku tetap ingin menjadi bagian dari masa lalu gadis itu. Gadis yang mencintai bunga-bunga.

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun