Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Kematian Bukan sebagai Cerita Sedih

30 September 2021   08:26 Diperbarui: 30 September 2021   08:38 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makam orang tercinta|foto: Heppy Wahyudi/Liputan6.com

Bumi ini akan terasa penuh dan terhimpit. Pohon dan hutan tidak akan mampu menjadi "rumah" bagi burung, rusa dan serigala. Sungai dan rawa tidak akan cukup menjadi tempat sebagian ikan, kepiting dan kecebong bersembunyi.

Begitu pula transformasi desa-desa menjadi perkotaan. Sawah dan lembah menjadi hunian padat. Jumlah manusia terus bertambah. Bahkan di puncak bukit yang sulit mendapatkan air.

Itulah mengapa Sang Kuasa menciptakan kematian sebagai mekanisme regenerasi. Ada yang datang, ada yang pergi.

Kematian orang-orang tercinta

Ilustrasi makam orang tercinta|foto: Heppy Wahyudi/Liputan6.com
Ilustrasi makam orang tercinta|foto: Heppy Wahyudi/Liputan6.com

Letak permasalahannya adalah jika kematian itu menimpa orang yang kita cintai seperti halnya keluarga. Perasaan tidak siap ditinggalkan seseorang yang sangat berarti, akan memunculkan kesedihan mendalam.

Ribuan air mata akan tumpah. Rasa sesal dan tak percaya ia pergi secepat ini. Ironisnya, bukan berusaha menerima, malah berharap semoga ini hanya mimpi.

Sesungguhnya, kematian adalah bagian dari ujian. Bagaimana keluarga yang ditinggalkan harus memperbanyak sabar untuk menguatkan hati. Semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Selanjutnya adalah memperbanyak doa. Semoga keluarga yang pergi mendahului, diberi ampunan dosa dan diterima di sisi Allah swt.

Hindari meratap dan tenggelam secara berlarut-larut. Apalagi ingin bunuh diri agar dapat bertemu dengannya.

Kematian tidak untuk ditakuti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun