Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Kematian Bukan sebagai Cerita Sedih

30 September 2021   08:26 Diperbarui: 30 September 2021   08:38 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memaknai kematian bukan sebagai kisah sedih|foto:dokpri

Kematian adalah pintu menuju kehidupan selanjutnya. Kita sudah meninggalkan alam rahim, untuk masuk ke alam dunia, bukan? Untuk itu, jangan takut akan mati. Takutlah, waktu dalam hidupmu akan menjadi sia-sia belaka.

Tadi pagi, saya melihat anak sulung kami datang dari arah hamparan luas di depan rumah. Tidak biasanya sepagi ini. Saya pun menanyai.

Ternyata ia memperhatikan salah satu kucing kami, Bostome, sedang mempermainkan hasil buruannya yang ternyata adalah seekor burung. 

Saya kemudian meminta hewan malang itu dibawa ke rumah, sebab saya sedang sibuk di dapur.

Anak kedua kami, sempat mendeskripsikan bahwa burung tersebut kakinya kecil panjang, paruhnya runcing dan bulunya hitam. Tapi saya tak bisa menduga-duga dan ingin melihat secara langsung.

Saat makhluk kecil itu nampak di hadapan, hati saya berubah iba dan trenyuh. Apalagi saat saya menyentuh bulunya yang begitu halus. Tubuhnya pun masih cukup hangat. Mungkin nyawa burung ini baru saja terlepas.

Saya sedih. Mungkin saja burung ini datang untuk bernyanyi di pohon akasia di tengah hamparan pasir berumput. Tapi, seekor kucing gesit menyergapnya. Tak satu keluarga pun menolongnya. Mungkin ia sudah memelas minta dilepaskan. Namun kucing pemangsa terus saja mencekik dengan taring kecilnya.

Saya lalu berusaha menguasai diri. Kematian di pagi hari, mungkin bukan suatu kejadian yang menyenangkan untuk didengar. Tapi bukan berarti kisah sedih untuk membuat air mata mengalir, bukan?

Kematian pasti akan menimpa makhluk bernyawa

Adalah mustahil, jika makhluk bernyawa tidak akan menemui kematian, sedang mereka terus beranak-pinak. 

Bumi ini akan terasa penuh dan terhimpit. Pohon dan hutan tidak akan mampu menjadi "rumah" bagi burung, rusa dan serigala. Sungai dan rawa tidak akan cukup menjadi tempat sebagian ikan, kepiting dan kecebong bersembunyi.

Begitu pula transformasi desa-desa menjadi perkotaan. Sawah dan lembah menjadi hunian padat. Jumlah manusia terus bertambah. Bahkan di puncak bukit yang sulit mendapatkan air.

Itulah mengapa Sang Kuasa menciptakan kematian sebagai mekanisme regenerasi. Ada yang datang, ada yang pergi.

Kematian orang-orang tercinta

Ilustrasi makam orang tercinta|foto: Heppy Wahyudi/Liputan6.com
Ilustrasi makam orang tercinta|foto: Heppy Wahyudi/Liputan6.com

Letak permasalahannya adalah jika kematian itu menimpa orang yang kita cintai seperti halnya keluarga. Perasaan tidak siap ditinggalkan seseorang yang sangat berarti, akan memunculkan kesedihan mendalam.

Ribuan air mata akan tumpah. Rasa sesal dan tak percaya ia pergi secepat ini. Ironisnya, bukan berusaha menerima, malah berharap semoga ini hanya mimpi.

Sesungguhnya, kematian adalah bagian dari ujian. Bagaimana keluarga yang ditinggalkan harus memperbanyak sabar untuk menguatkan hati. Semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Selanjutnya adalah memperbanyak doa. Semoga keluarga yang pergi mendahului, diberi ampunan dosa dan diterima di sisi Allah swt.

Hindari meratap dan tenggelam secara berlarut-larut. Apalagi ingin bunuh diri agar dapat bertemu dengannya.

Kematian tidak untuk ditakuti

Ilustrasi kematian|foto: intisari.grid.id
Ilustrasi kematian|foto: intisari.grid.id

Beberapa dugaan, menganggap kematian adalah sesuatu yang mengerikan dan menakutkan. Tentang jalan yang gelap, sendiri dan tak ada teman, lalu tentang pedihnya siksa kubur.

Menghadapi sesuatu yang belum pasti, janganlah bersikap pesimistis. Tetapi, memperbanyak melakukan kebaikan selama hidup di dunia. 

Itulah mengapa orang-orang kelaparan dan membutuhkan pertolongan ada dimana-mana. Orang yang memiliki kelapangan, membantu mereka yang dalam kesempitan. Apapun bentuk pertolongan itu.

Alasan lain mengapa seseorang takut menjumpai kematiannya, karena berat meninggalkan orang-orang yang disayangi. Anak-anak yang masih kecil, istri yang tidak mandiri, atau orang-orang lemah yang ditanggungnya.

Sepintas ini terdengar konyol. Sebab kemampuan dan kekuatan yang dimiliki, sesungguhnya berasal dari yang Mahakuat, Mahasempurna. 

Mari ikhlaskan segalanya dalam penguasaan dan kehendak Sang Pencipta. Dia Mahapengasih kepada setiap makhlukNya.

Kehidupan di dunia, adalah sebuah kesempatan 

Ilustrasi orang dalam kesempitan|foto: SINDOnews
Ilustrasi orang dalam kesempitan|foto: SINDOnews
Jika saya merasa sedih atas matinya seekor burung di pagi hari, sesungguhnya ia telah memenuhi takdirnya. Bila tidak meregang nyawa di tangan hewan predator, masih ada seribu sebab lain yang dapat menghilangkan nyawanya. Cepat atau lambat kehidupannya pasti akan berakhir. Sama sekali bukan kisah sedih.

Semasa hidup di dunia, kita diberi kesempatan mengumpulkan bekal. Yaitu melakukan hal-hal baik yang diperintahkan. Lalu menjauhi apa-apa yang dilarang.

Seberapa paham seseorang tentang kematian, akan mempengaruhi bagaimana ia menjalani kehidupannya.

Bila dunia dinikmati dengan bersenang-senang dan membuang-buang waktu, maka penyesalan yang kelak akan dijumpai.

Salam semangat!

Ayra Amirah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun