Di luar hujan mengguyur cepat. Mobil-mobil bergerak perlahan melewati arah masuk. Beginilah saat musim hujan. Anak-anak ojek payung, tak lama lagi pasti mengerubungi pintu keluar.
Kulihat Pak Ben menyeruput kopi terakhirnya. Apa iya, lelaki itu bersiap pergi? Pasti ada urusan mendadak.
Agak di pojok dekat jendela yang terbuka, gadis bernama Meri itu sudah kedatangan orang yang ditunggunya. Seorang kakek dengan kemeja kotak-kotak kecil dan topi baret.
Pak Ben melihatnya sekilas, sambil menerima telepon dari seseorang.
Tiba-tiba darahku mengalir cepat. Hangat sampai ke pipi. Gelisah entah mengapa.
Sejak Pak Ben sering mampir ngopi di sini, aku seperti mengenalnya sudah lama. Tiap kali dia beranjak pulang, perasaanku pun biasa saja. Selama pengunjung memperlihatkan wajah cerah dan tak memberikan komplen apa-apa, semua itu cukup.Â
Lalu?
"Ri, ibu loe, tuh!" Nina mencolek pinggangku. Aku sampai tak menyadari, ibu datang hujan-hujan begini. Tapi ada apa?
"Nak, ponselmu ketinggalan di kamar. Ada beberapa panggilan masuk, tanpa nama..." ibu menyerahkan tas selempang milikku.Â
Kasihan ibu, sampai repot begini hujan-hujan mendatangiku. Sebaiknya aku...
"Sulis?" lelaki itu sudah berada di tengah-tengah aku dan ibu. Matanya tajam bagai elang, tak berkedip. Keningnya berkerut, penuh tanya. Ada apa??