"Selamat pagi, Pak," aku menyapa, tanpa senyuman. Biasa saja.
"Masih pandemi, semoga sehat ya Pak..." lelaki dengan kemeja biru laut itu, menatapku. Tepatnya memperhatikan.
Yang disapa hanya tersenyum.Â
Aku suka melihat wajahnya yang bersih. Maksudku ia mempunyai sedikit brewok, tapi bukan itu. Tapi kulit wajahnya yang kelihatan bersih dan sehat.Â
"Saya terlalu pagi, ya?" lelaki itu duduk di kursinya yang biasa. Setelah menatap berkeliling, tetap tak ada pengunjung lain di menit-menit pertamanya.
Aku mengerling padanya, "Menunggu gadis itu lagi, Pak?" ia tersenyum kecil.
Aku suka pengunjung seperti Pak Ben. Ia tidak kaku, ia mau mengobrol dengan barista di sini. Bukan hanya aku, tapi dengan yang lain juga.
Langit di luar mulai gelap. Aku memperhatikan dari balik dinding kaca. Warnanya kelabu, sangat tak berselera untuk berkencan.
"Jadi namanya Meri, bukan?" aku menyerahkan secangkir kopi favoritnya.Â
Hmm... Â aku menghirup diam-diam. Aku suka aroma kopi buatanku sendiri. Kapan kira-kira, aku akan meraciknya untuk seseorang yang spesial?