Secara fisik, seseorang yang tampak sehat dan baik saja, boleh jadi mengidap beberapa gangguan mental. Megalomania adalah satu di antaranya yang berakibat fatal, dan tidak dapat disembuhkan.
Berawal dari postingan A di akun Instagramnya, saya yang jelas terusik, lalu mulai membuka kamus.
Saya mengenal sangat baik, A di dunia nyata. Ia adalah pribadi yang berbeda.
Seringkali, "gaya" yang ditampilkan seseorang di akun media sosial merupakan branding yang diciptakan. Tetapi A sesungguhnya memiliki trauma pada masa kecil dan remaja.
Dari DetikHealth, saya mengutip megalomania adalah gejala gangguan jiwa dengan fantasi hebat atau perilaku gaya hebat; namun berbeda pada realitanya. Orang dengan gangguan ini, haus dipuja, serta mengalami gangguan empati.
Merasa percaya diri, itu baik, tetapi jangan sampai berlebihan. Cepat atau lambat, hal ini akan mempengaruhi ke arah gangguan jiwa.
Pada tahap awal, seseorang merasa ingin "tampak", dibanding orang lain. Tambah lagi, ia menginginkan penghormatan atau pengakuan.
Proses selanjutnya, perkembangan penyakit mental ini menunjukkan indikasi yang lebih jelas. Ia sangat butuh dihargai dan dihormati oleh orang lain.
Selanjutnya, kondisi yang dialami semakin serius, sampai mencoba bunuh diri. Bisa pula berkembang menjadi demensia.
Salah satu ciri penderita gangguan mental megalomania, ia tidak peduli apa pendapat orang lain. Ia memusatkan pikiran terhadap diri sendiri (self centered), mengagumi diri, seraya mengecilkan orang lain. Tidak heran kalau ia pun akan menderita gangguan tidur (insomania).
Ciri lainnya adalah ia sangat haus kekuasaan, serta tidak dapat mengenali kenyataan dirinya (delusions of grandeur). Terus menganggap dirinya memiliki kekuasaan, kekayaan, dan kecerdasan; padahal tidak sesuai dengan kenyataannya.
Itulah yang membuat saya terusik. Ia membesar-besarkan kejadian yang dialami. Menganggap dirinya begitu tinggi.
Penderita, memang akan menunjukkan bahwa ia sangat berbudi, sangat mencintai ibunya yang sudah meninggal; meyakinkan orang lain bahwa ia paling benar, paling kaya, terkenal; dan parahnya ia bisa mengklaim diri sebagai nabi bahkan tuhan!
Pada gilirannya, penderita juga akan mengalami gejala penyakit mental lainnya seperti, bipolar, demensia, dan skizofrenia. Wow, buruk, bukan?
Penyebab megalomania
Jika Anda pernah mendengar, penyalahgunaan narkoba dapat merusak saraf, inilah antara lain akibatnya. Terjadi ketidakseimbangan kimia pada otak (neurotransmitter).
Penyebab lainnya adalah penyakit mental di keluarga, kurang berinteraksi secara sosial, stres, gangguan kecemasan.
Keluarga, idealnya adalah tempat seseorang belajar, bertumbuh, mengenal nilai-nilai, membentuk pola pikir dan mendapatkan kasih sayang.
Jika seseorang merasa dibedakan dalam keluarga, ditekan, diabaikan, dan tidak dihargai, maka besar kemungkinan ia akan menjadi penderita megalomania di masa remaja dan awal usia dewasa.
Seperti A, sekalipun ia tidak berasal dari keluarga bercerai, tetapi ia sangat dibenci oleh ayahnya semasa kecil, dan ibunya tidak dapat melindunginya karena bekerja di luar rumah setiap hari. Hal ini terus terjadi sampai ia duduk di bangku kuliah dan ibunya genap 20 tahun bekerja mencari nafkah.
Pelaku sindrom megalomania dalam sejarah
Jika Anda pernah mendengar nama Namruz dan Firaun, keduanya adalah orang yang memiliki kekuasaan besar dan terjebak pada pengakuan diri yang digambarkan dalam tulisan ini.
Ucapan Namrud yang paling terkenal, “Aku bisa menghidupkan dan mematikan…”
Sedangkan ucapan Fir’aun yang paling terkenal adalah, “Akulah Tuhan tertinggi..."
Di lingkungan sosial, penderita megalomania tampak sehat, stylish, dan profesional di bidangnya. Namun, ia juga sangat arogan, mudah marah, dan egois.
Sebagaimana disebutkan, penderita ingin orang lain mengagumi dirinya, takut kepadanya; sebab ia yang paling hebat, paling kuat, paling unggul, senior dan sangat berkuasa.
Jika Anda melihatnya bergaya ala "sultan", tidak memiliki empati, tidak logis cara berpikirnya, dan selalu memaksakan pendapatnya; sudah jelas ia memperlihatkan semua ciri gangguan mental yang tak disadarinya.
Upaya menyembuhkan penderita megalomania
Agak mengerikan, jika Anda memiliki relasi pekerjaan dengan penderita gangguan mental dimaksud. Obat-obatan medis, hanya sebatas memberi efek menenangkan gangguan kecemasan.
Dari Kompas.com yang mengutip dari Tempo.com, 24 Juli 2014, Muhammad Muhyiddin--pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, mengatakan: penderita megalomania tak bisa disembuhkan.
Sebagai ilustrasi, saat mengalami kekalahan atau kegagalan dalam sebuah perlombaan atau kompetisi; penderita megalomania sama sekali tidak dapat menerimanya. Ia akan menganggap ada kecurangan, atau dirinya dizhalimi.
Dapat dipahami, seseorang yang tak sadar akan keadaan dirinya, maka orang lain tidak akan bisa mengubahnya. Pikiran dan motivasi penderita sendiri yang menjadi penentu.
Dalam al quran surah Lukman ayat 18, orang-orang seperti ini dikatakan sebagai orang yang sombong lagi membanggakan diri.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."
Artinya, sebelum terlanjur, orang tua dapat mendidik dan melatih anak-anaknya sejak kecil untuk menjauhi sifat sombong serta membanggakan diri. Serta menjauhkan mereka dari penyakit mental yang disebutkan di atas.
Semoga bermanfaat.