Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengapa Suami Tega Menjadikan Istrinya Kambing Hitam?

19 Juli 2021   18:59 Diperbarui: 19 Juli 2021   19:10 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suami mementingjan diri sendiri (gambar Via kompas.com)

Pola komunikasi yang ideal dalam sebuah hubungan percintaan, sama sekali tidak dipengaruhi oleh latar belakang negara dari keduanya. 

Pria dan wanita sebangsa dan setanah air pun, mempunyai risiko salah paham, bertengkar, dan bercerai. Tergantung bagaimana mereka menyikapi persoalan yang ada. Mau mengalah demi keutuhan rumah tangga, atau harus selalu menang dan mendominasi.

Hubungan beda negara seringkali diidentikkan dengan perbedaan budaya, maupun kebiasaan sehari-hari. Hal ini memang bisa menimbulkan kesalahpahaman bahkan konflik. 

Tetapi, dapat diminimalisir dengan kebijaksanaan hati keduanya. Suami dan istri harus mau saling mengalah, saling menghormati, saling bekerja sama dan selalu menumbuhkan cinta di antara keduanya.

Hal yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam pernikahan beda budaya adalah perbedaan pola pikir, cara hidup, dan pola asuh anak. 

Itulah mengapa pada masa penjajakan diperlukan upaya saling mengenal dan tidak terburu-buru menikah. Sebab semakin sempit waktu, semakin sedikit pula informasi yang akan diperoleh. 

Seringkali kita mendengar, cinta dapat menyatukan perbedaan-perbedaan. 

Misalnya suami hobi menonton pertandingan sepakbola di rumah. Dengan berjalannya waktu, lambat laun istri pun ikut menemani sebagai sebagai bentuk dukungan dan perhatian. 

Contoh lainnya, istri tidak menyukai perayaan-perayaan atau pesta. Maka boleh jadi di waktu-waktu mendatang, suami juga akan mengurangi intensitas mengadakan pesta atau perayaan-perayaan tersebut.

Pernikahan beda negara

Sebenarnya, banyak pasangan beda negara yang hidup rukun Meskipun mereka mempunyai perbedaan bahasa, kebiasaan dan pendidikan.

Yang menarik perhatian saya, Teh Gina, seorang wanita asal Jawa Barat yang menikah dengan appa Jay dari Korea Selatan. 

Ia memanggil sang suami dengan sebutan "akang" seperti di daerah asalnya, Bandung. 

Meski menetap di Korea, ketiga anak mereka yang cantik dan lucu-lucu; selain mengerti bahasa ibunya (bahasa Indonesia), juga menyukai masakan Indonesia yang dimasak sang ibu. 

Kebahagiaan keluarga beda negara dan beda budaya ini, menghibur dan menginspirasi banyak pelaku media sosial yang menjadi followers channel Kimbab Family.

Masih sangat banyak contoh-contoh lainnya.

Kepribadian kedua pihak, menentukan

Melihat kehidupan mereka yang harmonis dan rukun, saya pun menyimpulkan, keberhasilan relationship sebenarnya dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing. 

Menyedihkan, seorang suami yang egois, rutin menikmati sarapan maupun makan siangnya di warung. Ia makan dengan nikmatnya tanpa peduli keluarganya di rumah makan seadanya.

Celakanya, ia mengatakan enggan membangunkan istrinya untuk membuatkan sarapan. Sang istri akan bangun dengan muka masam plus mengomel saja nantinya.

Contoh kedua, seorang suami yang akhir-akhir ini keranjingan makan "enak", terus menerus membeli makanan jadi untuk dibawa pulang. Entah sedikit atau banyak penghasilannya hari ini. 

Ketika cicilan motornya tak dapat dilunasi, ia pun berdalih membeli makanan jadi karena istrinya malas masak bla bla bla. Kepiting saus tiram, nasi padang, tteokbokki!

Mengapa seorang suami tega menjadikan istri sebagai kambing hitamnya?

Sayang sekali, pernikahan yang dilakukan dengan wanita sebangsa dan setanah air, harus dinodai fitnah dan upaya menjelek-jelekan istri. 

Seorang suami adalah pakaian bagi istrinya, serta sebaliknya. 

Sangat tidak etis jika seorang suami yang telah dilayani dalam situasi susah dan senang, akhir-akhir ini ini justru berdalih begini dan begitu. Istri yang semestinya dilindungi, justru dijadikan kambing hitam.

Saya menyelami beberapa hal yang mungkin menjadi pemicunya:

1. Sifat egois

Bila melihat "keuntungan" hanya ditujukan untuk dirinya, untuk kebahagiaannya, tanpa mempedulikan pihak lain tersakiti, itulah egois. Sifat tidak terpuji yang ditimbulkan dari perasaan sok kuasa dan sok berjasa.

2. Hubungan kurang harmonis

Boleh jadi, beban hidup mempengaruhi waktu bersantai bersama pasangan. 

Hal ini mengakibatkan hubungan terasa hambar dan membosankan, serta memicu pertengkaran-pertengkaran kecil.

3. Ingin menutupi kesalahan 

Seseorang yang melakukan perbuatan berbeda dari biasanya, terkadang dihantui oleh rasa bersalah. Ia takut orang akan beranggapan negatif tentang dirinya. 

Guna menutupi hal ini, ia pun mencari kambing hitam.

4. merasa OKB ( orang kaya baru)

Kalau dulu ia makan seadanya bersama anak dan istri, saat ini justru merasa sebagai orang kaya baru. Punya uang banyak untuk makan enak di warung, serta untuk dibawa pulang. Mana tahu motor disita oleh debt collector.

Tujuan pernikahan

Siapa pun kita, dengan siapa pun kita menikah, bersikaplah sebaik mungkin untuk mendukung tujuan berumah tangga. 

Berkasih sayang secara tulus dan mampu menyelesaikan setiap persoalan dengan bijak, akan lebih baik adanya.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun