Di awal kehadiran saya di sini, saya justru menayangkan curhatan bagaimana rasanya tinggal di pinggiran hutan.Â
Artikel terkait Rumahku di Pinggir Hutan
Saat itu saya belum paham benar mengenai blog publik Kompasiana. Bahwa kompasianer di dalamnya hebat-hebat dan tulisan mereka amat beragam.
Tanpa rasa minder, saya menggambarkan kondisi yang sepatutnya kami syukuri. Tinggal di suatu daerah yang alami namun terpencil dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Ohoo, tapi tampaknya saya perlu bercerita sekali lagi. Topik pilihan yang saya pilih tentang hama rumah.
Hama, biasanya identik dengan hasil pertanian yang terganggu bahkan gagal panen.
Hama rumah, tentunya menyasar pada hewan pengganggu yang kedatangannya tidak diharapkan. Umumnya seperti tikus, kecoa, lipan, siput, dan nyamuk.
Tapi kami yang memang tinggal di pinggir hutan, hama yang datang cukup mengagetkan untuk didengar masyarakat di pemukiman. Apa sajakah?
1. Ular
Tidak dapat dielakkan, selama dua tahun tinggal di kawasan ini, entah sudah berapa kali ular masuk rumah. Meski berukuran kecil, rasanya cukup mendebarkan karena saya punya anak balita.
Kemungkinan ia sedang mencari cicak yang banyak menempel di atap rumah.Â
Terbukti saat seekor ular bertengger di salah satu gelagar atap, cicak-cicak yang biasanya memangsa nyamuk nakal, tak satu pun yang tampak. Mereka bersembunyi sedemikian rupa.
Beruntung saat itu suami sedang berada di rumah. Ular pun dapat dikuasai, lalu kepalanya dipenggal.
Terkadang, ular juga menampakkan dirinya di pohon, di tali jemuran, atau di depan langkah kaki. Rasa terkejut lumayan membuat saya sport jantung.
Tapi, nyali saya jadi terlatih. Sudah dua kali saya memburu dan memotong-motong ular yang muncul. Tentunya untuk jenis ular pohon atau ular tambang. Kemudian kucing peliharaan menjadikannya menu istimewa.Â
Untuk jenis kobra dewasa, biasanya melintas persis di depan ban motor. Kami terpaksa berhenti sebentar, memberinya kesempatan menyeberang jalan. Sebab untuk membunuh kobra, kebetulan sedang tidak membawa senjata atau alat apapun.
2. Tupai
Hewan yang satu ini, pertama kali datang "bertamu", saat saya masih berjualanAroma pisang raja yang manis, telah mengundang tupai masuk. Apalagi ada lima sisir pisang yang digantung di dinding. Tupai pun merasa mendapat suguhan istimewa. Hmm, nyam, nyam...
Pengalaman kedua, saat pohon cempedak di depan rumah, sedang "belajar" berbuah. Tupai yang lincah dan gesit ini pun, menggigiti buah yang sebenarnya masih mengkal. Kebetulan buahnya hanya dua. Kami pun gagal menikmati buah endemik Kalimantan ini.
Di lain waktu, tupai juga menjadikan pohon mangga kuini kami yang sedang berbuah, tujuannya mencari camilan. Iya, karena mangga-mangga itu digigit sana sini tapi tidak dihabiskan.
Bahkan pakan ayam berupa biji jagung yang digantung di dinding rumah, menjadi incaran tupai setiap pagi.Â
Saya berpikir, tupai ini begitu kelaparan. Mungkin makanannya di alam, sudah tidak tersedia lagi. Atau bisa jadi populasinya jauh melebihi stok makanan.
Pakan ikan berupa pelet yang kami simpan dalam wadah toples plastik, juga dijadikan sasaran. Dengan giginya yang kecil dan tajam ini, tupai sukses pula menggigiti pinggiran toples.Â
Tidak heran, setiap pagi kucing peliharaan mengadakan patroli di bawah pohon mangga, di sekitar kolam terpal. Hasilnya, ia dapat juga.
3. Kadal
Meski kehadirannya tidak mengganggu kami sekeluarga, kadal juga menjadi mangsa kucing peliharaan.
Biasanya kadal melintas siang hari di permukaan tanah atau di batang pohon.
4. Burung
Di area persawahan yang sedang menanti masa panen, kehadiran burung terasa sangat mengganggu bagi para petani. Usaha untuk mengusirnya antara lain dengan memainkan orang-orangan sawah.
Tetapi di rumah kami, burung tidak termasuk hama. Saya pun senang mendengar kicauannya saat pagi, sore, maupun tengah malam.
Kucing peliharaan, tak segan untuk memangsa burung yang sedang bermain di atas tanah pasir. Bahkan love bird milik tetangga yang terlepas, pernah pula mati diterkam tanpa ampun.
5. Biawak
Meski gerakannya mencuri perhatian kucing peliharaan, namun hewan yang persembunyiannya berada di atas gunung ini, bukanlah lawan yang seimbang.
Kedatangannya ditandai dengan suara daun-daun kering di atas gunung yang tiba-tiba berisik. Lalu ayam-ayam peliharaan akan menegakkan lehernya. Suasana hening seketika.
Ada kalanya biawak berhasil turun dan muncul di bagian belakang rumah.Â
Ayam-ayam yang asyik mencari makan, kemudian menciptakan suara berisik sebagai isyarat.Â
Jarak kedua jenis hewan ini cukup dekat. Hanya sekitar satu meter saja. Tapi biawak tidak terburu-buru menyambar mangsanya. Saya dan anak-anak pun segera melemparkan kayu atau apa saja untuk membuatnya terkejut dan lari tunggang langgang.
6. Anjing hutan
Di sore hari, sekawanan anjing hutan biasanya turun dan berlarian di hamparan pasir. Tingkahnya begitu liar.
Nah, ini termasuk hama bagi kami. Kedatangannya untuk mendekati ayam peliharaan, terhitung keroyokan dan tiba-tiba.
Ayam milik tetangga sudah beberapa kali dijadikan santapan.Â
Saya sendiri pernah mendapati bulu-bulu ekor yang berserakan, karena digigit anjing. Beruntung ayam kami berhasil meloloskan diri. Tentunya dengan suara ketakutan dan kehebohan yang membuat hati geram.
7. Tikus curut
Hewan pengerat ini, terbilang jarang menampakkan diri. Beberapa waktu lalu, setelah dua tahun kami tinggal di sini, barulah masuk melalui bagian bawah pintu.
Sepertinya ia hanya ingin mencari tempat untuk melahirkan anak-anaknya. Ia masuk ke dalam lubang salon speaker, atau ke bawah lemari buku.
Sebenarnya, apa yang membuat hewan-hewan tersebut datang?
Kelaparan.
Jelas ini tujuan utama. Ular, tupai, biawak, dan anjing datang mencari makanannya. Selaras dengan peribahasa, ada gula, ada semut.
Alasan lain, untuk melahirkan anaknya, atau pun untuk bersembunyi.
Seekor ular pohon berwarna hijau dengan kepala dan ekor berwarna merah, pernah saya pergoki masuk ke dalam tas yang tergantung di dinding. Isinya beberapa map dan berkas urusan sekolah anak kami.Â
Beberapa hari kemudian, ular yang sempat melarikan diri saat saya usik, didapati oleh suami dan langsung dipotong-potong.Â
Cara apa saja yang pernah kami gunakan?
1. Perangkap tikus untuk tupai
Sayangnya, hewan berkulit alot ini, pandai juga menyelamatkan diri. Umpan yang ada dalam perangkap, terkadang berhasil dibawa lari begitu saja.
Sepandai-pandai tupai meloloskan diri, suatu hari ia terperangkap juga. Sebanyak dua kali, pernah juga tupai berhasil diperangkap. Nah!
2. Jerat untuk biawak
Ternyata cara ini tidak cukup efektif. Biawak tak pernah masuk dalam jerat.Â
Ia terus mencuri-curi kesempatan begitu merasa kelaparan.Â
3. Lem FOX untuk tikus curut
Suara cericit tikus di tengah malam, membuat kami sadar akan keberadaannya. Suami lalu minta dibelikan lem FOX kemasan tube 75 gr.Â
Lem bening berdaya rekat tinggi tersebut, lalu diaplikasikan pada potongan kardus bekas. Hasilnya, sebanyak lima ekor tikus curut berhasil diperangkap.Â
Induk tikus yang terjebak di sela lemari kayu, ditusuk dengan ujung parang yang biasa kami gunakan memaras rumput.
Sekarang rumah kami bebas dari keliaran tikus curut di tengah malam.
Wah, ternyata banyak juga jenis hama rumah kami. Tidak sadar, saya dan suami sudah terbiasa membunuh ular dan tikus. Semoga Allah mengampuni kami.
Tinggal di situasi kebun dengan pohon yang berbuah, sudah sewajarnya kedatangan tupai yang sekedar mencari rezeki. Hal ini pernah saya tulis pada artikel Sudahkah Berbagi Menjadi Pondasi Sederhana Keluarga Kita?
Sedangkan memelihara ternak ayam, juga mengundang kedatangan biawak dan anjing yang menjadi predator dalam rantai makanannya di alam.
Ini adalah risiko. Seperti petani yang tak selalu bisa menghindari hama wereng bagi sawahnya, lalu mengalami gagal panen.
Berbeda dengan tikus, nyamuk atau semut lembada yang juga menjadi bagian hama rumah kami, dapat diminimalisir dengan lebih menjaga kebersihan rumah. Meniadakan tumpukan barang tidak berguna, dan menutup lubang-lubang tikus.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H