Peribahasa sebagai aturan hidup
Suku Banjar, menyukai keteraturan, kerapian dan ketenangan. Ini bukan sekedar sifat umum manusia, tetapi sebuah prinsip yang dijunjung tinggi hingga sekarang.
Mereka tidak mencuci piring dua kali sehari, melainkan setiap selesai menggunakan perabot piring, mangkok atau gelas. Tidak meninggalkan begitu saja di bawah kran (pejijihan) dan menunggu waktu mencuci piring sore hari.
Karenanya, adat keteraturan juga dapat dilihat dalam peribahasa suku Banjar.
Oleh pengaruh agama yang dianut yaitu Islam, peribahasa suku Banjar juga mengajarkan sikap hidup bersyukur dan menghargai diri sendiri.
Contoh dalam kehidupan sekarang, anak-anak muda kerap bergonta-ganti gawai. Melirik milik teman kelihatan lebih canggih, buru-buru beli yang baru. Tak puas dengan apa yang sudah dimiliki sekarang.
Begitu pula sepatu, tas, kacamata, alat olahraga, kendaraan roda dua dan sebagainya. Sudah punya sepatu berbahan kulit, masih cari yang impor. Baru enam bulan beli motor keren, sudah dijual. Cari keluaran terbaru. Tak pernah ada habisnya.Â
Asal jangan punya pacar berkulit putih, cari yang langsing dan berambut panjang. Eh.
Pentingnya mensyukuri benda apapun, hal apapun yang sudah menjadi milik kita, memang mendorong kita menjadi pribadi bersahaja dan setia.Â