Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sahabat Bisa Datang dan Bisa Pergi, Jadi Bersabarlah...

4 Juni 2021   19:41 Diperbarui: 6 Juni 2021   03:30 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita masih mempunyai keluarga (via akamaized.net)

Siapa di antara kita yang tak punya sahabat? Entah banyak, atau sedikit, kita pasti punya sahabat, bukan?

Sahabat di masa sekolah, adalah karib yang menyertai ke mana pun kita pergi. Ke kantin, perpustakaan, ruang guru bahkan ke toilet.

Kebiasaan saling terbuka, saling curhat dan saling dukung untuk hal-hal baik. Makan bersama, minum segelas berdua, pinjam-pinjaman baju, dan hampir tak ada rahasia antara kita dengannya. Sampai-sampai kita berpikir persahabatan itu akan abadi sampai selamanya.

Nyatanya, setelah kelulusan SMU kita mencari kampus dan jurusan masing-masing yang diminati. Atau kalau pun masih satu lokal di perguruan tinggi, pada akhirnya kita dipisahkan jalan hidup yang berbeda.

Setelah wisuda dan mendapat pekerjaan yang berbeda, atau setelah menemukan jodoh, menikah lalu mengikuti pasangan masing-masing, toh perpisahan dengan sahabat menjadi tak terelakkan.

Tenang. Kita masih bisa mendapat sahabat di masa sekarang, sekalipun tak mengenakkan saat tahu persahabatan yang dulu tidaklah abadi adanya.

Di tempat kerja, kita bisa menemukan sahabat yang baru. Mungkin karakternya sama sekali berbeda dengan sahabat yang dulu yang telah hilang. Tapi mungkin saja ia akan membawa kemajuan dan kebaikan. Sebab bersahabat di usia 30-an bukan untuk jejeritan, lucu-lucuan, atau sekedar have fun. 

Sahabat dari komunitas atau kegiatan yang kita ikuti, mungkin saja bukan? Kelompok pecinta alam, relawan aksi sosial, olahraga, misalnya. Atau sahabat dari hobi yang sama: menyanyi, memasak, fotografi, menulis apalagi. Ehem.

Ilustrasi sahabat (via ayobandung.com)
Ilustrasi sahabat (via ayobandung.com)

Syarat mendapat sahabat sebenarnya mudah. Asalkan kita dapat berinteraksi, lancar berkomunikasi dan punya kecocokan dengannya.

Sekalipun saat ini smartphone menjadi sahabat yang tak terlupakan, kita masih tetap membutuhkan sahabat dalam sosok individu. Yang tidak hanya ada dalam suka, duka, tetapi juga mempunyai rasa dan semangat yang bisa ditularkan. 

Tidak peduli ia pintar atau tidak, sepanjang bisa memberikan warna yang positif, setia dan dapat diandalkan, pasti ia akan menjadi sahabat kita.

Hal yang menyedihkan adalah saat persahabatan baru saja berjalan, terasa indah dengan ketulusan dan dukungan, lalu sahabat itu "menghilang". Kabarnya tak lagi terdengar, batang hidungnya tak kelihatan, jejak kakinya pun seakan terhapus. Pernah merasakan hal ini?

Ternyata membuang seseorang yang lama ada dalam kehidupan kita, bisa sangat mudah. Saya sendiri jika mendapati sahabat yang berkali-kali melampaui prinsip hidup saya, dengan mudahnya saya menjauhi dan mencoret namanya.

Prinsip hidup yang saya maksud adalah perbuatan yang mencoreng diri seorang muslimah, atau mencoreng martabat wanita, atau mencoreng citra seorang ibu. Hmm, gitu banget yaa.

Sebenarnya, sahabat itu bukan sesuatu yang sifatnya abadi. Di tengah jalan, mungkin saja seseorang yang paling kita percaya akan berubah menjadi pengkhianat, menggunting dalam lipatan, atau menikam dari belakang.

Ilustrasi kehilangan sahabat (cdn.idntimes.com)
Ilustrasi kehilangan sahabat (cdn.idntimes.com)

Manusiawi saja, karena godaan itu ada dimana-mana. Rasa setia bisa berubah menjadi iri hati, empati jadi benci, rasa percaya jadi prasangka, dan seterusnya.

Jika konflik ingin diselesaikan, keduanya lebih dulu perlu menyadari dan introspeksi. Tentunya dengan duduk bersama dan berkepala dingin. Jika tidak, akan tetap alot bahkan beraroma permusuhan.

Bagaimana dengan sahabat yang hilang seperti ditelan bumi?

Daripada kita "menderita" akibat rasa kehilangan tersebut, bagaimana kalau kita yang lebih dulu menghubungi? Baik melalui kontak seluler, whatsApp, email maupun akun media sosialnya. Jika beruntung, kita belum kena blokir. Lumayan lah buat memulai komunikasi kembali.

Sebagai manusia, tidak tertutup kemungkinan kita telah berbuat salah yang tak disengaja. Atau sahabat yang selalu ada untuk kita itu, merasa tersisih setelah hidup kita mulai bersinar, dan sebagainya. Ironis yaa. Hik!

Kemungkinan lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kita, sahabat tersebut mungkin sedang sakit, sibuk, atau baru saja kehilangan ponselnya. Wajar kan, kalau sekilas ia terlihat mengabaikan kita? Daripada mikir tak karuan, lebih baik mencari sahabat tersebut sampai ke lubang semut, ya ngga? Eh.

Andai kata sahabat yang masih kita butuhkan ini, benar memblokir arus komunikasi pun, tak masalah! Mungkin ia butuh mengisolir diri dari kita yang tanpa sengaja menyakitinya. Bila sudah siap, mungkin ia akan datang sendiri untuk memperbaiki keadaan.

Bila ini terjadi, kita hanya perlu mendengarkan keluhannya, dan berbesar hati memulai kata maaf. Bukankah persahabatan juga penuh liku dan warna?

Percayalah, jika ditakdirkan ia menjadi sahabat kita, maka ia akan tulus tanpa perlu hilang tertiup angin. Ia akan tetap ada untuk mendukung kemajuan kita, sahabatnya.

Kita masih mempunyai keluarga (via akamaized.net)
Kita masih mempunyai keluarga (via akamaized.net)
Jangan lupa, kita masih mempunyai keluarga, pasangan dan anak-anak yang mencintai kita apa adanya. Jadi tak ada alasan untuk sedih berlarut-larut demi seseorang yang telah berlalu.

Sosok sahabat ada untuk mendukung kita melompat lebih tinggi. Tapi tanpa dia, hidup kita tak akan berhenti di sini. Semangat saja, bahwa akan datang sahabat yang baru di hari yang tepat.

Salam hangat, Ayra Amirah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun