Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pemilik Butik Demikian Toksik, Saya Sangat Terusik!

24 Mei 2021   09:48 Diperbarui: 24 Mei 2021   10:30 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi butik: i.pinimg.com

Namanya Rara. Kulitnya putih, hidung mancung dan rambut kurly. Cantik seperti ibunya. Sementara Dede, anak lelaki bungsu tetap berada di rumah ditemani sang kakek (menurut bahasa di Samarinda: Kai).

Sekitar jam sembilan pagi, Pak Jay muncul dari pintu belakang mall dekat area parkir mobil. Istrinya yang berjalan di sebelahnya, sesaat kemudian membelok menaiki eskalator menuju lantai dua. 

Rupanya, mereka mempunyai dua butik dengan nama berbeda. Lantai satu dan dua, memang merupakan area busana. Tetapi hanya milik suami istri ini yang merupakan butik.

Penghitungan gaji karyawan butik, baik yang dikelola oleh Pak Jay maupun istrinya, menurut saya cukup unik. Gaji pokok sebesar Rp 30.000/hari ditambah uang transport Rp 5000/hari. Uang makan nihil. Total Rp 1.050.000 belum termasuk uang bonus.

Untuk mendapatkan bonus, setiap karyawan harus pandai-pandai merayu calon pembeli. Dengan kalimat sopan dan deskriptif tentunya. Selain berusaha menimbulkan ketertarikan, karyawan harus bisa meyakinkan pembeli, mengapa sepotong busana dengan harga Rp 425.000 pantas untuk dibayar.

Ada pula jenis rok, celana, blouse, atau aksesori lainnya yang dijual dengan kisaran Rp 125.000 sampai Rp 225.000.

Setiap barang yang terjual, dicatat pada buku penjualan yang akan dikalkulasi setiap akhir bulan. Semakin banyak barang yang terjual, semakin banyak pula bonus untuk para karyawan yang dibagi sama rata.

Tidak ada yang aneh dengan atmosfer kerja dua bulan pertama saya bergabung. Empat karyawan yang semuanya perempuan muda, tampak kompak dan saling dukung. 

Bahkan persahabatan juga terjalin baik dengan karyawan butik sang istri di lantai dua. Mereka sering turun mengambil stok barang di butik Pak Jay di lantai satu. Saat jam pulang, mereka juga menghampiri butik tempat kami sekedar untuk bercanda-canda. Di bulan puasa, kami pun berbuka bersama, penuh keakraban.

Hal yang ganjil, baru tercium saat pengunjung butik terbilang ramai dan pembeli berjumlah lebih banyak dari biasanya. Seharusnya, semakin banyak transaksi, semakin penuh daftar catatan barang terjual. Hmm...

Saat bulan ramadhan, Pak Jay memang lebih banyak berada di belakang mesin kasir, daripada "hilang" seperti biasanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun