Berdasarkan pengamatan saya, sesuai beberapa pengalaman orang di sekitar, ada hal yang membedakan karakteristik kedua pernikahan ini, yaitu:
1. Menikah karena cinta, didasari perasaan yang meletup dan bergejolak. Keputusan menikah diambil secara spontan tanpa menimbang lebih jauh.
Pernikahan dengan jalan perjodohan, menggunakan naluri dan pengalaman orang tua untuk menilai calon menantu yang dianggap pantas.
2. Menikah karena cinta, saat mengalami badai rumah tangga, pihak keluarga dan orang tua merasa enggan untuk ikut campur/ terlibat.
Sementara, pernikahan dengan jalan perjodohan, saat mengalami konflik dan hambatan, kedua orang tua merasa bertanggung jawab menjadi penengah dan melakukan mediasi damai. Rumah tangga oun dapat diselamatkan.
3. Menikah karena cinta, saat sedang bertengkar dan emosi bisa bilang: saya menyesal memilih kamu, saya menyesal mencintai kamu!
Sementara pernikahan dari jalan perjodohan, masing-masing akan berusaha menjaga keutuhan dan tidak mengecewakan harapan kedua orang tua. Dengan kata lain, lebih berkomitmen, bukan?
Sahabat Pembaca, karib saya, Bayah, pernikahannya sudah berjalan 22 tahun. Keadaannya tampak baik-baik saja. Putri pertama mereka sudah 4 tahun bekerja, sejak lulus SMU.Â
Bayah dan suaminya juga sudah lama punya rumah sendiri. Tiga anak lainnya masih sekolah. Meskipun suami Bayah hanya pekerja kasar atau buruh bangunan.
Apakah mereka pernah bertengkar? Ya, tentu saja. Bayah menuturkan, "bohong kalau tidak pernah ribut-ribut."Â
Hanya saja, sang suami selalu bersikap mengalah dan cepat memperbaiki suasana. Selalu mengingat malu pada mertua dan juga ingat akan anak-anak.