Sore hari, saya memutuskan pulang ke rumah, tentu dengan kondisi lesu dan tidak bersemangat.
Akhirnya, saya merencanakan perjalanan ke luar Kalimantan, nekad seorang diri saja.
Di kota tujuan, saya menghidupi diri dari hasil bekerja. Sesekali saya mengirim surat kepada orang tua sebagai pelepas rindu.Â
Saat itu masih zaman wartel. Sempat juga melakukan panggilan interlokal, tapi lebih banyak berkabar melalui surat.
Dengan berada di perantauan, sedikit banyak perasaan saya teralihkan. Banyak hal menarik dari kehidupan penduduk lokal yang saya pelajari.Â
Sesuai rencana, saya kembali ke kampung halaman setahun kemudian. Di atas kapal PELNI yang membawa saya selama sebelas jam, air mata kesedihan mengalir bersama pertanyaan: kapan saya akan kembali ke kota itu lagi?
3. Buat fokus baru
Ibu saya, adalah orang paling terpukul saat saya meninggalkan rumah setelah kegagalan itu.
Demi menghibur dan menyenangkan hati saya, ibu mengganti mesin ketik yang biasa saya gunakan untuk belajar menulis cerpen, dengan komputer bekas yang dibeli dari hasil menabung beberapa lama.
Inilah fokus baru saya. Selama berjam-jam sejak pagi, saya menulis khayalan-khayalan tentang hidup yang damai, tentang cinta yang lembut, dan kebahagiaan yang murni.
4. Kegagalan membuat saya kuat