Jenifer bukan tidak tau, cintanya menyasar pada orang yang salah. Roy sendiri yang menceritakan, saat ia tak bisa menginap di suatu malam minggu. Anak-anak Roy membutuhkannya, setidaknya sekali sepekan.
Selesai mandi, tubuh Jenifer yang masih basah dan hanya dibalut handuk putih, memantul di cermin. Ia memikirkan warna apakah yang menarik di hari senin pukul sepuluh seperti saat ini?
Tangannya memilah bajunya yang tergantung di lemari. Ada kuning, pink, toska, blaster, kotak, polkadot...
Jemarinya yang ramping mendarat di kening. Wanita itu bingung, warna cantik apa yang belum pernah memikat lelaki itu. Semuanya sudah. Bahkan sebagian koleksinya baru saja dibeli.
Jenifer bergeser ke depan cermin. Ia mematut wajahnya yang tak bergairah. Ia bukan tak cantik, tapi lesu. Pasti karena beberapa minggu ini jam tidurnya tak karuan. Ia gelisah akan sesuatu.
Ah, sudah. Tak ada waktu untuk meragu.
Wanita berambut coklat jelmaan merk terbaik itu, menyambar setelan pendek bercorak mawar merah. Roy belum pernah melihatnya mengenakan pilihannya kali ini. Dan wajahnya yang kuyu, akan kelihatan segar dengan lipstik sewarna mawar di bajunya. Bedak putih tanpa pondation, hanya sedikit maskara hitam.
Jenifer memutar-mutar pinggangnya, memastikan ia tak mengecewakan mata pengagumnya. Lalu diraihnya parfum Cherry Blossom di rak kecil.
Tepat ketika terdengar pintu rumahnya diketuk, ia sudah menjadi sempurna.
Sebuah wajah menyambutnya dengan senyum misterius, senyum yang selalu disukai Jenifer. Lelaki itu masuk, lalu terdengar suara pintu dikunci.
Sesaat keduanya berpelukan, erat dan hangat.Â