Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Cokelat oh Cokelat!

14 Februari 2021   08:34 Diperbarui: 14 Februari 2021   09:08 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cuaca sedang galau. Dua hari berturut-turut hujan mengguyur seluruh kota. Begitu yang kudengar dari radio. 

Iseng sih, mendengarkan radio. Saat mencoba tidur dengan dihantarkan lagu-lagu manca. Mensiasati gemuruh di atas atap dan suhu yang sejuk. Tapi tak dapat tidur. Perut keroncongan karena malas makan.

Sedianya aku akan membeli sayur-mayur untuk eksekusi makan siang. Tapi pengen menyelesailan cucian yang kemarin terhambat cuaca. Ehh, lagi-lagi keburu hujan di jam delapan pagi.

Saat itu yang terbetik dalam hati adalah doa, semoga suami tercinta sudah sampai di tempatnya bekerja. Tak kehujanan di jalan. Kasian jarak yang ditempuh terbilang jauh. Pasti akan kedinginan sesampainya di sana dengan keadaan basah kuyup.

Akhirnya aku bangkit. Mengambil sepiring nasi lalu makan berdua si kecil. Makan apa adanya yang penting serangan maag jangan datang. Beberapa sachet madu malah sudah kugunakan akhir-akhir ini. Rongga lambung seperti menguar hawa panas.

Akhir pekan yang terasa lebih dari hari libur. Aku menatap roda dua yang masih ditutup cover. Jika seharian tak keluar rumah, rasanya kok aneh. Mau masak tidak bisa. Mau mencuci juga tidak bisa. Bisanya uring-uringan di pembaringan si kecil. Menulis satu judul lagi. Bonus.

Menjelang sore, hujan belum juga berhenti. Hanya sudah berkurang ritmenya. Tak lama lagi suami akan sampai di rumah, kalau tak terjebak banjir di jalanan kota.

Tiba-tiba anak sulung yang menginjak remaja bertanya, "Besok hari Valentine, kan Bu?" kulihat wajahnya tersenyum ceria. Lalu matanya tenggelam lagi pada ponsel.

Valentine. Ya, sudah lama aku dan suami mengabaikannya. Karena sejak berjalan rumah tangga, kami merasa hari Valentine untuk penggembira kaum muda saja. Seperti saat kami masih belum mempunyai anak. Aku sempat memberinya sebuah cokelat chunky bar berukuran besar. Aku meleng sebentar pada ponsel jadul waktu itu, ehh si cokelat sudah habis. Wajah suami tampak cerah, efek dari si chunky mungkin, pikirku.

Sejak itu, tak ada cokelat lagi di antara kami. Tahun-tahun berlalu tanpa terasa. Kasih sayang mengalir seiring waktu. 

Aku ingat kalimat sakti yang pernah suami berikan. Sejak keuangan jatuh semua ke dompet istri, maka itulah kasih sayang sekaligus tanggung jawab dirinya. Apa saja yang kuinginkan, bisa dibeli dengan uang tersebut. 

Berbeda sewaktu kami belum menikah. Cinta jarak jauh atau LDR. Sesekali ia membelikan pulsa untuk ganti biaya sms. Sementara untuk menelpon, biaya dari dia kekasih hati.

Tak terasa aku senyum-senyum sendiri. Kisah masa lalu memang sedap untuk dikenang. Apalagi kisah tentang pujaan hati yang sekarang sedang ditunggu pulang dari bekerja.

 Tak sadar hari sudah beranjak malam. Si kecil yang sempat rewel karena bosan dengan suasana hujan, kini sudah tertidur. Kutatap wajahnya yang lucu. Begitu mirip dengan Abahnya. 

"Assalamu alaikum..." sebuah suara yang sangat familiar. Aku langsung membuka pintu dan menyambut dengan senyum.

"Wa alaikum salam..." jawabku sambil menerima kantong oleh-oleh. Maklum Abah gajian.

"Ngga kena banjir, Bah?" aku penasaran. Kasian juga sudah kena gerimis, kena banjir pula.

"Engga terlalu. Nunggu hujan reda, baru pulang..." jawab Abah sambil membuka helm dan jaketnya.

Aku menyiapkan kopi untuk Abah dan teh untuk anak-anak. Tapi rupanya tak ada yang minat. Its okey. Kami pun duduk bersama, tanpa si kecil. Hari ini Abah beli kue banyak sekali. Lebih dari biasanya. Si kecil pasti senang saat terbangun besok pagi.

Tunggu, apakah ini cokelat? Kulihat Abah tersenyum penuh kemenangan. Oh, rupanya ingin menyenangkan hatiku. 

"Abah tahu, besok hari Valentine? aku setengah tak percaya. Tapi yang ditanya semakin lebar senyumnya.

"Wuihh, Abah pintar..." gombalku.

Rasanya aneh dan juga senang. 

Kaum lelaki memang punya banyak cara untuk menyenangkan pasangannya. Sudahlah, aku syukuri saja. Alhamdulilaahirobbil alamiin...

💞💞

Abah artinya bapak. Jadi panggilan saya dan anak-anak kepada suami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun